REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Centra Initiative, Muhammad Hafidz, menilai pemerintah belum berhasil dalam membuat masyarakat merasa aman. Pendekatan keamanan juga dinilai makin meluas masuk ke ruang sipil
Centra Initiative dan Elsam menyelenggarakan diskusi 'Catatan Akhir Tahun Kondisi Demokrasi, Hukum, HAM, dan Pertahanan-Keamanan’. Diskusi diselenggarakan di Sadjeo Resto dan Caffe, Selasa ( 27/12/2022). "Centra saat ini sedang menyusun indeks keamanan manusia dan kami menemukan pemerintah gagal membuat masyarakat merasa aman,” kata Hafidz, dalam siaran pers.
Dicontohkannya, dalam kasus Kanjuruhan, keluarga yang rekreasi menonton bola malah meninggal. Bahkan, lanjutnya, dalam kasus bencana alam, tidak ada mekanisme peringatan dari pemerintah.
Pada 2022, menurut Hafidz, pendekatan keamanan juga semakin meluas masuk dalam urusan urusan sipil. Salah satunya dengan program food Estate yang dilakukan di Papua dan beberapa daerah lainya.
“Sekarang dari sipilnya juga ‘genit’. Sedikit-sedikit melibatkan militer, seakan ketika militer terlibat masalah selesai. Padahal hanya akan memunculkan banyak masalah lain,” ungkap Hafidz.
Terkait dengan KUHP yang baru, Hafidz menilai partisipasi masyarakat sipil baru dilibatkan di akhir, ketika sudah terlambat. Sekarang setelah KUHP disahkan pemerintah punya waktu 3 tahun untuk terbuka dan memberi ruang untuk partisipasi publik. "Berdasarkan Analisa kelompok masyarakat sipil ada 14 pasal bermasalah yang harus dibuka kembali,” kata dia.
Sementara Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, melihat tidak ada perubahan yang signifikan terkait dengan reformasi sektor keamanan. "Ketika kita membicarakan reformasi sektor keamanan yang mundur pasti pemenuhan HAM juga terancam,” kata Gufron.
Menurutnya, pemerintahan Joko Widodo lebih fokus kepada pembangunan ekonomi, Urusan hak asasi manusia jadi agak di kesampingkan. Ketika membicarakan HAM, lanjutnya, yang dipilih adalah kasus-kasus HAM yang risiko politiknya kecil. Sedangkan kasus-kasus HAM yang risiko politik besar cenderung lebih dihindari.
Selain itu, Gufron melihat ada beberapa agenda reformasi sektor keamanan yang masih belum selesai. "Apa arti Peradilan Militer, rekonstruksi komando teritorial, dan banyak kebijakan menyimpang terkait sektor keamanan,” ungkap Gufron.
Banyak agenda reformasi keamanan yang mandek lagi karena sudah dianggap selesai. Ini terjadi karena reformasi sektor keamanan hanya dilihat sebagai agenda bukan sebuah proses yang berkelanjutan. Akibatnya ada banyak progres yang sudah berjalan malah sekarang semakin mundur.