REPUBLIKA.CO.ID, BATANG - Elektronifikasi Transaksi Digitalisasi Pemerintah Daerah (ETDPD) Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah, di tahun 2022 sudah mencapai 90 persen lebih.
Penjabat (Pj) Bupati Batang Lani Dwi Rejeki mengatakan, jika dibanding dengan tahun kemarin ada kenaikan yang cukup signifikan. "Kinerja kita dalam ETDPD tahun kemarin hanya mencapai 64 persen dengan kategori maju, sekarang kita sudah kategori digital yang kinerjanya naik menjadi 90 persen lebih,” kata Pj Bupati Batang, Kamis (29/12/2022).
Dari kenaikan kinerja ETDPD, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemkab Batang sudah melaksanakannya program tersebut dan mampu meminimalasir kebocoran pendapatan daerah. “ETDPD itu untuk meminimalisir kebocoran di OPD yang mengampu Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semua transaksi pendapat daerah seperti pajak dan retribusi langsung masuk ke kas daerah tanpa diterima oleh petugas. Dan secara realtime kita bisa mengetahuinya,” paparnya.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Batang Sri Purwaningsih menambahkan, implementasi program ETDPD mampu menaikkan pendapatan yang sangat dignifikan di 11 sektor pajak.
“Di tahun ini kita ditarget pendapatan pajak sebesar Rp124 miliar, Saya awalnya pesimis. Namun dengan kerja keras teman-teman BPPKAD targetnya sudah melebihi Rp4 miliar dengan realisasi Rp128 miliar atau sudah 103 persen,” kata Sri.
Sri Purwaningsih pun memastikan realisasi pendapatan pajak hingga akhir tahun ini masih ada pemasukan dan nilainya pun cukup besar.
Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Tegal Dody Nugraha menyampaikan, billing center yang dikembangkan Diskominfo Batang penting untuk mengintegrasikan seluruh penerimaan pajak maupun e-retribusi. “Itu penting supaya setiap saat secara real time Kepala BPKPAD maupun Bupati bisa memantu pencapaian PAD, sehingga setiap saar termonitor kalau ada kebocoran,” tegasnya.
Retribusi yang masih secara konvensional atau manual sangat rentan kebocorannya. Misalkan, pengunjung suatu tempat obyek wisata, jumlahnya realnya berapa. Akan tetapi, dengan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), setiap pengujung itu tercatat. Misalkan pembayaran tiket manual, pengunjung 1.000 orang yang masuk tiketnya hanya 500.
Ia pun berharap, Pemkab Batang menerapkan QRIS disetiap penerimaan pajak, retribusi dan juga pengeluaran keuangan anggaran. “Penerimaan maupun pengeluaran Pemkab Batang harus sudah menggunakan pembayaran non tunai. Hal ini untuk menekan kebocoran dan meningkatkan pendapatan,” ujar dia.