Ahad 01 Jan 2023 12:58 WIB

Putin: Bertahun-tahun Barat dengan Munafik Yakinkan Rusia tentang Niat Damai

Rusia tidak akan pernah menyerah atau takluk pada upaya Barat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) mengadakan pertemuan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping (di layar) melalui konferensi video di Kremlin di Moskow, Rusia, 30 Desember 2022.
Foto: EPA-EFE/MIKHAEL KLIMENTYEV/SPUTNIK/KREMLIN PO
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) mengadakan pertemuan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping (di layar) melalui konferensi video di Kremlin di Moskow, Rusia, 30 Desember 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, Barat telah menggunakan Ukraina untuk menghancurkan negaranya. Dia menegaskan, Rusia tidak akan pernah menyerah atau takluk pada upaya Barat tersebut.

Dalam pesan Tahun Baru yang disiarkan Sabtu (31/12/2022), Putin mengatakan, peperangan Rusia di Ukraina bertujuan melindungi tanah air dan kemerdekaan hakiki rakyatnya. “Selama bertahun-tahun, elite Barat dengan munafik meyakinkan kami tentang niat damai mereka. Faktanya, dengan segala cara mereka mendorong neo-Nazi yang melakukan terorisme terbuka terhadap warga sipil di Donbas,” ujar Putin dalam pidatonya di hadapan para personel militer.

Baca Juga

Menurut Putin, Barat membual tentang perdamaian. “Ia sedang mempersiapkan agresi. Sekarang mereka secara sinis menggunakan Ukraina dan rakyatnya untuk melemahkan serta memecah belah Rusia,” ucapnya.

Putin menegaskan, pemerintahannya tidak akan pernah membiarkan Barat melakukan hal tersebut. Sebelumnya Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, negaranya tidak akan menggunakan formula perdamaian Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai dasar untuk negosiasi. Lavrov menilai, Kiev belum betul-betul siap melakukan perundingan.

Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Rusia, RIA, 29 Desember lalu, Lavrov secara khusus menyoroti keinginan Zelensky agar Rusia angkat kaki dari wilayah timur Ukraina dan Krimea. Meski hendak melakukan hal tersebut dengan bantuan Barat, Lavrov tetap menilai keinginan Zelensky merupakan "sebuah ilusi".

Artinya Rusia menolak hengkang dari wilayah timur Ukraina. Hal itu pun sempat disampaikan juru bicara Kremlin Dmitry Peskov. Dia mengatakan, Rusia tidak akan melepaskan kendali atas empat wilayah Ukraina yang sudah mereka aneksasi, yakni Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia.

“Tidak ada rencana perdamaian untuk Ukraina yang tidak memperhitungkan realitas hari ini mengenai wilayah Rusia, dengan masuknya empat wilayah (Ukraina) ke Rusia. Rencana yang tidak mempertimbangkan realitas ini tidak bisa damai,” kata Peskov, 28 Desember lalu.

Volodymyr Zelensky telah mempromosikan rencana perdamaiannya yang berisi 10 poin. Dalam rencana itu, Zelensky menghendaki agar seluruh pasukan Rusia angkat kaki dari wilayah Ukraina yang diakui secara internasional. Artinya Rusia harus menyerahkan kembali seluruh wilayah Ukraina yang sudah dianeksasinya, termasuk Krimea.

Pada 30 September lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengesahkan bergabungnya Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia, ke Rusia. Empat wilayah tersebut sebelumnya berada di bawah pendudukan Rusia. Pada 23 hingga 27 September lalu, keempat wilayah itu menggelar referendum untuk bergabung dengan Rusia. Moskow mengklaim, sekitar 98 persen pemilih dalam referendum setuju untuk bergabung.

Ukraina dan sekutu Barat-nya menolak hasil referendum tersebut. Mereka menilai referendum itu telah diatur sedemikian rupa hasilnya oleh Moskow. Kendati ditolak dan ditentang, Rusia tetap melanjutkan rencananya untuk “merebut” keempat wilayah itu. Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia mewakili 15 persen dari luas wilayah Ukraina. Jika digabung, luasnya setara dengan luas Portugal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement