Selasa 03 Jan 2023 12:31 WIB

Banyak Hakim Agung Terjerat Korupsi, Ketua MA: Fase Terberat Saya

Syarifuddin menyampaikan permohonan maaf atas nama pimpinan MA.

Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Syarifuddin saat meresmikan operasional 13 pengadilan tingkat banding baru dan 38 gedung pengadilan tingkat pertama di Tanjungpinang, Kepulauan Riau pada Senin (5/12).
Foto: Dok MA
Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Syarifuddin saat meresmikan operasional 13 pengadilan tingkat banding baru dan 38 gedung pengadilan tingkat pertama di Tanjungpinang, Kepulauan Riau pada Senin (5/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof M Syarifuddin mengakui, kasus dugaan korupsi yang menjerat dua hakim agung di lingkungan MA, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, menjadi ujian berat lembaga tersebut pada 2022.

"Saat ini adalah fase terberat yang harus saya hadapi sebagai ketua Mahkamah Agung," kata Ketua MA Prof M Syarifuddin dalam kegiatan Refleksi Kinerja Mahkamah Agung Tahun 2022 di Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Baca Juga

Selain dampak pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air sejak beberapa tahun terakhir termasuk menginfeksi warga peradilan, persoalan dugaan kasus korupsi dua hakim agung juga menambah pekerjaan berat lembaga tersebut.

Tidak sampai di situ, masalah yang dihadapi MA bertambah berat di mana beberapa pegawai MA juga turut ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi hakim agung. "Kita serahkan sepenuhnya kepada KPK untuk diproses secara ketentuan hukum yang berlaku," kata Ketua MA.

Akan tetapi, Syarifuddin berharap asas praduga tidak bersalah harus tetap dikedepankan serta dilaksanakan dengan baik dan benar oleh lembaga antirasuah dalam menangani kasus tersebut. Semua pihak, dia melanjutkan, mengaku prihatin atas kasus yang menjerat dua hakim agung.

Sebab, tindakannya telah mencoreng nama baik institusi termasuk menurunkan tingkat kepercayaan publik kepada MA. "Atas nama pimpinan Mahkamah Agung, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya," ujar dia.

Ketua MA bertekad menjadikan kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut sebagai pelajaran untuk pembenahan di lembaga peradilan ke depannya. Di satu sisi, ia menyadari saat reformasi peradilan dilakukan, konsekuensinya adalah pembersihan di tubuh lembaga. Namun, hal itu ibarat buah simalakama karena dihadapkan dua pilihan yang sama-sama berat.

Ia mengatakan, oknum yang ditindak KPK atau Badan Pengawasan MA merupakan rekan sejawat yang telah diingatkan berulang kali baik dalam rapat internal maupun kegiatan pembinaan. Namun, sayangnya mereka tetap nekat menyimpang sehingga tidak ada pilihan selain menindak tegas.

"Jika dibiarkan, akan merusak lembaga peradilan dan merugikan kepentingan para pencari keadilan," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement