REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Anggota Kongres dari Partai Republik Kevin McCarthy berjanji terus maju dalam pemilihan ketua DPR Amerika Serikat (AS). Hal ini ia sampaikan beberapa jam setelah anggota garis keras Partai Republik menghalanginya untuk memimpin majelis itu.
McCarthy gagal dalam pemungutan suara ketiga untuk mendapat 218 suara yang dibutuhkan menjadi ketua DPR. Sebanyak 22 anggota Partai Republik berhaluan garis keras menolaknya sementara 202 lainnya mendukungnya. Ketua DPR dianggap sebagai orang ketiga setelah wakil presiden.
Kegagalan memilih pemimpin menjadi awal yang menggelisahkan bagi Partai Republik yang kini mayoritas di DPR. Selain itu menunjukkan tantangan yang dihadapi partai tersebut selama berkuasa di DPR dua tahun ke depan, menjelang pemilihan presiden 2024.
Kemenangan tipis mereka 222-212 dari Partai Demokrat memberi kelompok garis keras pengaruh yang lebih besar. Kelompok itu ingin perubahan yang memberi mereka kendali yang lebih banyak pada ketua dan pengaruh lebih banyak pada pendekatan partai mengenai pengeluaran dan utang.
Pada Selasa (3/1/2023) malam McCarthy mengatakan mantan Presiden Donald Trump telah meneleponnya dan menyatakan dukungan. Trump mendukung McCarthy dalam pemilihan umum dan masih tokoh berpengaruh di Partai Republik.
McCarthy yang berusia 57 tahun, dari California, ia menghadapi pemungutan suara yang sulit dan berjanji akan terus maju. Tapi pemungutan suara di DPR ditunda sampai Rabu (4/1/2023) sore waktu setempat, keputusan yang memberi anggota Partai Republik mendiskusikan kandidat lain.
Perwakilan dari sayap konservatif di Partai Republik Jim Jordan dari Ohio mendapatkan 20 suara. Jauh dari 218 suara yang dibutuhkan untuk menjadi ketua tapi cukup untuk menghentikan langkah McCarthy.
"Saya pikir Kevin tahu ini kesempatan terakhirnya," kata anggota DPR Kenneth Buck yang memilih McCarthy.
Ia mengatakan pada tahun 2015 lalu McCarthy sudah mencoba maju untuk menjadi ketua DPR tapi gagal karena ditolak konservatif. "Ia tidak akan memiliki kesempatan ini lagi," katanya.
Pemilihan ketua yang berlarut-larut dapat menekan harapan Partai Republik untuk dapat segera menyelidiki Presiden Joe Biden yang berasal dari Partai Demokrat dan pemerintahannya mengenai ekonomi, independensi energi dan keamanan di perbatasan.
Ketua minoritas dari Partai Demokrat Hakeem Jeffries tiga kali mengalahkan McCarthy dalam pemungutan suara. Di hari terakhir Jeffries mengatakan McCarthy dengan 212 dan 202. Tapi partai mayoritas yang menentukan ketua House.
Kebuntuan ini dapat mengakibatkan House lumpuh dan memaksa anggota parlemen meminta Partai Republik mempertimbangkan kandidat lain. Selain Jordan, ketua mayoritas Partai Republik Steve Scalise dianggap berpotensi sebagai ketua House.
Terakhir kali DPR gagal memiliki ketua di pemungutan suara pertama adalah tahun 1923. Jordan sendiri mendukung McCarthy dan tiga kali memilihnya.
"Kami harus mengandalkannya, saya pikir Kevin McCarthy orang yang tepat memimpin kami," kata Jordan dalam pidato yang bersemangat di House.
Jordan merupakan pendukung setia Trump dan pendiri kelompok konservatif House Freedom Caucus. Jordan yang merupakan mantan pegulat bersiap untuk mengawasi Komite Yudisial DPR yang mengawasi Departemen Kehakiman dan FBI pemerintah Biden.