REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menyebut, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa mewariskan utang melambung. Sejak 2014, Didik menyebut, utang pemerintah terus bertambah hingga 2022.
"Pada 2014 itu, utang posisinya cuma Rp 2.600 triliun, SBY dihajar habis-habisan. Sekarang sampai 2022 jadi Rp 7.500-an triliun utang yang diwariskan kepada kepemimpinan masa mendatang," kata Didik dalam diskusi daring Indef Catatan Awal Ekonomi 2023, Kamis (5/1/2023).
Didik memaparkan, berdasarkan data dari Kementerian Keuangan pada 2022, utang Indonesia pada 2021 sudah mencapai sekitar Rp 6.900 triliun. Lalu utang tersebut semakin bertambah hingga November 2022 menjadi sekitar Rp 7.554 triliun.
Dia menilai, kondisi tersebut pada akhirnya bisa berdampak pada APBN. Ini terjadi karena sistem politik di Indonesia yang masih buruk. "Ini implikasinya ke APBN ke depan akan habis untuk bayar utang dan utang masih akan banyak," ucap Didik.
Dia mencontohkan, saat pandemi Covid-19, pemerintah secara otoriter mengeluarkan perppu yang memperlebar defisit anggaran yang berujung utang pemerintah semakin besar. Menurutnya, ekonomi dan politik menjadi kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Sayangnya, Didik melihat adanya kemunduran dunia politik di Indonesia saat ini dan membuat fungsi DPR lemah. "Ada fakta berdasarkan defisit anggaran terjadi karena perencanaan anggaran kurang matang. Perkembangan utang pemerintah meningkat akhirnya kondisi politik merusak demokrasi," jelas Didik.