REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gema suara "tek-tek-tek" kini semakin kerap didengar di mana-mana. Bunyi itu berasal dari lato-lato, mainan berupa dua bandulan bola yang terbuat dari plastik polimer. Setelah dulu sempat populer pada 1990-an, kini lato-lato kembali menjadi tren.
Psikolog klinis anak, remaja, dan keluarga, Roslina Verauli, menyampaikan pendapatnya mengenai demam lato-lato yang menjangkiti anak-anak hingga orang dewasa. Bahkan, kepala negara pun pernah memainkannya dalam suatu kesempatan.
Bermain apa saja, termasuk lato-lato, menurut Vera, tidak boleh dilakukan di sembarang tempat. Vera menyarankan agar saat bermain lato-lato dilakukan di ruangan yang cukup luas. Pasalnya, terkadang saat bermain lato-lato ada gerakan tertentu yang bisa berbahaya bagi orang lain jika mainan terlepas atau terlempar.
Mengingat bunyinya yang kencang dan dapat membuat orang lain terganggu, ada baiknya saat memainkan lato-lato dilakukan di luar ruangan, atau di ruang khusus bermain, pada jam bermain. Tentu tidak pada tempatnya jika bermain lato-lato dilakukan di tepi jalan, tempat ibadah, fasilitas kesehatan, atau tempat mana pun yang tak ramah anak.
"Nikmati saja trennya, yang penting tahu waktu, dan bermain di tempat yang tepat. Menjadi bagian dari tren menunjukkan kita bisa in harmony dengan orang-orang di sekitar kita," kata penulis buku Cerita Cinta: Memahami Cinta Sejati tersebut.
Vera memandang aktivitas menggerakkan lato-lato sebagai salah satu bentuk dari kegiatan bermain. Selain itu, ada gerakan tangan dan jari tertentu yang bisa melatih aspek sensorik dan motorik.
"Pada dasarnya, setiap anak butuh bermain. Kegiatan yang menyenangkan dan bebas bagi anak, karena mereka memilih sendiri kegiatannya. Bermain menyenangkan dan spontan buat anak," ujar Vera kepada Republika.co.id, Senin (9/1/2023).