REPUBLIKA.CO.ID, TEHRAN – Peradilan Iran telah memerintahkan polisi untuk menghukum dengan tegas orang-orang yang melanggar hukum jilbab negara itu.
Perintah ini dikeluarkan setelah hampir empat bulan terjadi protes mematikan terhadap tindakan tersebut.
Demonstrasi telah melanda Iran sejak kematian Mahsa Amini dalam tahanan, pada 16 September 2022.
Wanita ini merupakan seorang etnis Kurdi berusia 22 tahun, yang ditangkap di Teheran karena diduga gagal mematuhi hukum.
Sejak pecahnya aksi protes, unit polisi moralitas yang bertugas menegakkan aturan jilbab kurang terlihat. Banyak perempuan turun ke jalan tanpa mematuhi aturan wajib berjilbab.
Dilansir di Arab News, Rabu (11/1/2023), pihak berwenang Iran dilaporkan mengisyaratkan toleransi yang berkurang sejak awal tahun.
Muncul peringatan dari polisi, bahwa wanita harus mengenakan jilbab bahkan di dalam mobil.
Kantor berita Mehr melaporkan jaksa agung telah mengeluarkan arahan, yang mana memerintahkan polisi untuk memberikan hukuman dengan tegas kepada setiap pelanggaran jilbab.
"Pengadilan harus menghukum para pelanggar, serta mendenda mereka, dengan hukuman tambahan seperti pengasingan, larangan mempraktikkan profesi tertentu dan menutup tempat kerja," tulis laporan itu mengutip pernyataan pengadilan.
Baca juga: Islam akan Jadi Agama Mayoritas di 13 Negara Eropa pada 2085, Ini Daftarnya
Iran telah mengeksekusi empat orang atas protes yang dipicu oleh kematian Amini dalam tahanan polisi moralitas. 13 lainnya telah dijatuhi hukuman mati, sementara enam lainnya diberikan persidangan ulang.
Pihak berwenang mengatakan ratusan orang, termasuk personel keamanan, telah tewas. Di sisi lain, ribuan orang ditangkap sehubungan dengan protes, yang umumnya digambarkan sebagai "kerusuhan".
Dalam beberapa pekan terakhir, pengadilan telah menutup beberapa kafe dan restoran yang melayani perempuan Iran tanpa mengenakan pentup kepala atau jilbab.
Sumber: arabnews