REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Yang terbayang di pikiran ketika mendengar istri shalihah adalah wanita yang senantiasa menjaga shalat, banyak melakukan shalat sunnah, berpuasa bulan Ramadhan. Menunaikan ibadah haji, rajin melaksanakan ibadah umrah, tak pernah berhanti berdzikir kepada Allah dan komitmen menjaga jijab dan memelihara rumah.
Pemahaman seperti itu tidak salah, insya Allah, bila dilihat dari sisi kepentingan pribadi wanita itu sendiri. Akan tetapi, pemahaman itu masih kurang sempurna bila membaca hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkaitan dengan penjelasan beliau tentang definisi wanita shalihah. Beliau bersabda,
“Tidak ada perkara yang lebih bagus bagi seorang mukmin setelah bertakwa kepada Allah daripada istri yang shalihah. (Yaitu), bila ia menyuruhnya maka ia mentaatinya, bila suami memandangnya membuat hati senang, bila bersumpah maka ia mendukungnya, dan bila ia perg maka ia dengan tulus menjaga diri dan hartanya.” (HR. Ibnu Majah).
Dari Sa’ad bin Abi Waqqas rahimahullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Empat hal yang termasuk kebahagiaan, yaitu isteri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal termasuk penderitaan adalah tetangga yang buruk, istri yang buruk, kendaraan yang buruk dan tempat tinggal yang sempit. (HR. Ahmad).
Dalam hadis di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan, wanita shalihah merupakan salah satu sebab kebahagiaan dari empat sebab kebahagiaan. Dan sebaliknya, wanita yang tidak shalihah merupakan salah satu dari empat penyebab kesengsaraan. Hadis Nabi berikut mempertegas hal tersebut. Beliau bersabda, “Dan di antara kebahagiaan adalah wanita shalihah. Jika engkau memandangnya, engkau akan kagum kepadanya. Dan jika engkau pergi darinya, engkau tetap merasa aman tentang dirinya dan hartamu. Dan di antara kesengsaraan adalah wanita yang apabila engkau memandangnya, engkau merasa enggan, lalu dia mengungkapkan kata-kata kotor kepadamu. Dan jika engkau pergi darinya, engkau tidak merasa aman atas dirinya dan hartamu.” (HR. Ibnu Hibban di dalam as-Silsilah ash-Shahihah, hadits no. 282).
Tampak jelas, Nabi telah menyebutkan empat karakteristik wanita shalihah. Keshalihah seorang wanita tidak hanya terbatas pada banyaknya shalat, puasa, haji, umrah atau banyak berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla. Empat sifat atau akhlak di atas berkaitan dengan kepuasan dan ridha suami terhadap isteri, dari mulai sikap mentaati, berhias, dan menjaga diri serta memelihara harta sang suami.
Seorang wanita, apabila shalat dengan baik, qiyamul-lail hingga kakinya bengkak. Selalu berpuasa, dan lisannya senantiasa bedzikir serta berhijab dengan sempurna, ia tidak bisa disebut sebagai wanita shalihah apabila ia selalu melawan suami. Brpenampilan kurang sedap di hadapan suami, bersikap kurang ramah dan tidak menjaga dirinya, serta membelanjakan harta suami tanpa seizinnya.
Oleh karenanya, keberadaan wanita shalihah semestinya dipandang dari tujuan utama dicipta wanita, yaitu berfungsi sebagi sumber ketenangan dan ketenteraman suami. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu dari isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Penulis: Erwin Sulaiman – Universitas Muhammadiyah Jakarta