REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Yunus Wonda, Selasa (17/1/2023) terkait penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe. Namun, Yunus tidak memenuhi panggilan tersebut.
"Informasi yang kami peroleh yang bersangkutan (Yunus Wonda) tidak hadir," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa.
Yunus semestinya diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Lembaga antirasuah ini pun bakal memanggil ulang Yunus. Namun, Ali belum merinci kapan pemanggilan tersebut dilakukan.
"(Yunus Wonda) Akan kami panggil ulang," ujarnya.
Lukas diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Adapun paket proyek yang didapatkan oleh Rijatono, antara lain, paket multiyears peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14, 8 miliar, proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar, dan proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp 12, 9 miliar.
Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.