REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan legislatif dan pemilihan presiden secara serentak pada 2024 diharapkan menjadi ajang pesta demokrasi. Perbedaan pilihan dalam pemilu diharapkan tak merusak hubungan keluarga dan pertemanan.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Puga’S Institute, Akbar Riyadi yang mengakui tidak mudahnya situasi Pemilu serentak. Akbar mengajak semua pihak menjaga ruang publik agar tidak ada yang menyebarkan berita hoaks dan isu SARA. Kedua hal itu merupakan bagian dari politik identitas untuk menyerang kandidat lain.
"Banyak hubungan keluarga dan pertemanan yang rusak karena perbedaan pilihan politik yang dibumbui dengan narasi politik identitas," kata Akbar kepada wartawan, Ahad (22/1/2023).
Akbar berharap fenomena hoaks dan isu SARA di Pemilu sebelumnya menjadi pelajaran agar tidak terjadi di tahun 2024. Ia tak ingin masyarakat terpecah belah dengam hoaks dan isu SARA.
"Pilpres 2014 dan 2019 bisa jadi pengalaman bagi kita agar situasi ruang publik tidak dirusak oleh berita hoaks dan isu sara. Banyak informasi-informasi yang tidak benar menjadi konsumsi masyarakat, akhirnya berita yang diterima oleh masyarakat penuh dengan narasi adu domba," ujar Akbar.
Akbar mengamati setiap pemilu memang berpotensi memunculkan konflik. Apalagi situasinya tidak lahir dari kedewasaan kandidat dan pendukung yang menggunakan segala cara untuk menarik simpati pemilih. Akibatnya, pemilu tidak menjadi momentum belajar menerima perbedaan, justru semakin memperuncing permusuhan.
"Pemilihan itu harus dihadapi dengan riang dan gembira. Jika narasi kebencian yang dimainkan untuk merebut kekuasaan. Ya, wajar saja suami dan istri tidak saling sapa karena adanya pilihan politik. Toh, narasinya tidak lagi sehat tetapi sudah menyesatkan," tegas Akbar.
Oleh karena itu, Akbar meminta berbagai pihak terlibat untuk menyehatkan ruang publik dengan kampanye damai dan narasi politik yang positif. Ia mengajak KPU, Bawaslu, media massa, dan masyarakat saling bermitra untuk membawa Pemilu 2024 lebih baik lagi.
"Ini untuk menjaga keutuhan bangsa tanpa menggunakan politik identitas," ujar Akbar.
Sebelumnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengerahkan tim patroli siber untuk mencegah penyebaran berita bohong atau hoaks terkait Pemilu 2024. Polri mengerahkan tim patroli siber di Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim dan kasubdit siber yang ada di 34 Polda.