Senin 23 Jan 2023 08:13 WIB

Pengecer Berlapis Biang Keladi Harga Beras Tetap Tinggi

Pedagang besar yang membeli beras Bulog menjual kembali dengan harga lebih tinggi.

Tumpukan karung berisi beras impor asal Vietnam di atas kapal MV Hoang Trieu 69 yang tiba di Pelabuhan Tenau Kupang, NTT, Jumat (13/01/2023). Perum Bulog NTT mendapatkan kiriman lima ribu ton beras asal Vietnam yang akan dimanfaatkan sebagai cadangan beras pemerintah sekaligus untuk menjaga ketahanan pangan di NTT. ANTARA  FOTO/Kornelis Kaha/tom.
Foto: ANTARA FOTO/Kornelis Kaha
Tumpukan karung berisi beras impor asal Vietnam di atas kapal MV Hoang Trieu 69 yang tiba di Pelabuhan Tenau Kupang, NTT, Jumat (13/01/2023). Perum Bulog NTT mendapatkan kiriman lima ribu ton beras asal Vietnam yang akan dimanfaatkan sebagai cadangan beras pemerintah sekaligus untuk menjaga ketahanan pangan di NTT. ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/tom.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Deddy Darmawan Nasution

Satgas Pangan mengakui rantai pasok perdagangan beras di Indonesia masih sulit dikontrol dan menyebabkan harga menjadi mahal. Pasalnya, Satgas Pangan kerap menemukan pengecer berlapis sehingga rantai distribusi menjadi panjang. 

Baca Juga

Wakil Kepala Satgas Pangan Polri, Helfi Assegaf, menjelaskan rantai distribusi dari produsen ke distributor 1 (D1) dan ke distributor 2 (D2) umumnya masih mudah diawasi. 

"Kemudian, dari D2 ke bawah ini yang susah dikontrol karena banyak pengecer. Nah, pengecer ini ada yang betul-betul pengecer ada yang sengaja menimbun," kata Helfi saat ditemui di Jakarta, usai Konferensi Pers di Perum Bulog, akhir pekan ini.

Ia menuturkan, pengecer yang benar seharusnya langsung menjual kepada konsumen. Namun, Helfi menuturkan banyak pengecer yang dia kembali menjual beras tersebut ke pengecer lain dan terus berlapis. Para pengecer itu pun biasanya tak memiliki izin usaha. 

Alhasil, para pengecer di setiap lapis ikut mengambil margin dan membuat harga jual akhir kepada konsumen menjadi mahal. "Seperti pasca Covid-19 banyak yang kerja, jadi dia ambil spekulasi (menjadi pengecer) dan manfaatkan situasi," katanya. 

Karena itu, Satgas Pangan tingkat pusat dan daerah terus melakukan pengawasan terhadap rantai distribusi beras. Jika terdapat indikasi kecurangan, mereka bakal dipanggil untuk dimintai keterangan. 

"Kita akan dalami, siapa anda, izin usahanya. Rata-rata mereka (pengecer) itu tidak ada izin usaha, kalau yang betul pasti dia ada izin usaha," ujarnya. 

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, pun mengungkapkan salah satu sebab yang membuat operasi pasar beras tidak efektif sehingga harga tetap tinggi. Ia mengungkapkan, sejumlah pedagang besar yang membeli beras Bulog menjual kembali beras dengan harga jauh lebih tinggi. 

Lelaki yang akrab disapa Buwas itu menuturkan, harga jual beras dari Bulog sebesar Rp 8.300 per kg. Beras tersebut lalu dibeli oleh para pedagang besar atau penyalur yang nantinya menjual kepada pedagang eceran.

Namun, berdasarkan temuan Bulog, ia menyebut para pedagang besar itu justru menjual beras dari Bulog dengan harga tinggi hingga Rp 9.500 per kg. Padahal, Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium di tingkat konsumen saja hanya Rp 9.450 per kg.

"Seharusnya sampai ke konsumen ya (sekitar) Rp 9.000 paling mahal tapi yang terjadi harga tetap tinggi. Kenapa? Ternyata pedagang-pedagang (eceran) ini mendapat harga mahal, ya bagaimana dia mau jual murah belinya saja sudah mahal," kata Budi. 

Buwas mengultimatum para pedagang besar yang berani mempermainkan harga beras. Apalagi, beras Bulog merupakan cadangan pangan milik pemerintah yang digunakan untuk menstabilkan harga ketika terjadi gejolak.

Ia menuturkan telah melaporkan itu kepada Satgas Pangan untuk ditindak. Di sisi lain, Buwas mempersilakan pedagang untuk langsung membeli beras ke Bulog tanpa harus melalui penyalur.

"Siapa saja yang mau beli, saya buka. Tidak ada lagi koordinator-koordinator, mafia. Jangan pikir saya tidak tahu. Model apa preman-preman begini, masalah beras urusan perut masyarakat dipakai mainan," tegasnya.

Selain karena adanya oknum pedagang besar yang mempermainkan harga beras Bulog, ia menuturkan pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) memang belum normal. Oleh karena itu, Bulog harus terus melakukan operasi pasar beras murah hingga suplai beras kembali normal. 

Ketua koperasi Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifli Rasyid dalam kesempatan yang sama, mencatat, rata-rata pasokan beras harian di PIBC saat ini di bawah 20 ribu ton. Adapun rata-rata pasokan dalam kondisi normal berkisar 40 ribu ton hingga 45 ribu ton. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement