REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ekspansi gerai es krim dan minuman teh Mixue di Indonesia makin terus menjadi sorotan, terutama terkait persoalan kehalalal produk asal China tersebut. Mixue tengah melakukan proses sertifikasi halal bersama salah satu lembaga berwenang yang ada di China, karena 90 persen bahan berasal dari sana.
Perusahaan mengakui belum mengantongi sertifikat halal dan baru menjalankan proses sertifikasi. Pakar perlindungan konsumen Universitas Airlangga (Unair) Dian Purnama Anugerah mengatakan, Mixue tengah melakukan proses sertifikasi halal bersama salah satu lembaga berwenang yang ada di Tiongkok, yaitu Shanghai Al-Amin.
"Karena lokasinya tidak di Indonesia, pihak Mixue menggunakan konsultan Shanghai Al-Amin. Dimana Shanghai Al-Amin ini menjadi lembaga pemeriksa halal yang sudah terdaftar oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Jadi, hasil pemeriksaan Shanghai Al-Amin sudah bisa diakui oleh lembaga pemeriksa halal di Indonesia," kata dia, Selasa (24/1/2023).
Beranjak dari hal itu, Dian mendorong agar pemerintah Indonesia memiliki mutual recognition agreement atau kesepakatan pengakuan bersama untuk proses sertifikasi halal produk impor seiring dengan era globalisasi. Jika sebuah produk impor sudah terjamin halal oleh lembaga berwenang di negara asalnya, maka produk tersebut tidak perlu proses lagi untuk mendapatkan sertifikasi halal di negara ekspornya.
Menurutnya, hal yang diperlukan hanya rekognisi bahwa produk impor tersebut adalah produk yang halal. "Saya tidak tahu apakah Indonesia punya MoU mutual recognition dengan Cina. Apakah di sana punya lembaga semacam MUI atau lembaga sertifikasi halal yang diakui pemerintah kita. Kalau ada MoU, masalah-masalah seperti ini akan lebih cepat untuk pengeluaran sertifikasi halal," ujar Dian.
Dian menyampaikan, proses sertifikasi halal memerlukan pemeriksaan yang tidak hanya subscene atau halal, tetapi juga cara atau proses pembuatan. Oleh karena itu, halal akan selalu bersamaan dengan tayib. Jika bahannya halal, tetapi prosesnya tidak tayib, maka sertifikasi halal tidak dapat dikeluarkan.
“Kalau kita lihat, bahan baku Mixue dan pabriknya ada di Tiongkok sana. Inilah yang menjadi problem menurut saya. Lembaga pemeriksa halal secara otomatis tidak hanya memeriksa bahan baku, tapi juga bagaimana bahan baku itu diproduksi di negara asalnya," kata Dian.
Dian pun mengaku mendapat informasi terkait bahan baku Mixue yang tidak diproduksi di satu kota saja, tapi diproduksi di beberapa kota. Hal ini juga yang membuat proses sertifikasi halal Mixue menjadi agak lama, karena tim audit harus memeriksa satu per satu di setiap daerah.