REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IV DPR melakukan inspeksi mendadak di Kepulauan Riau (Kepri). Dalam sidak tersebut ditemukan produk arang ilegal yang bahan bakunya diambil dari mangrove.
Ketua Komisi IV DPR Sudin yang memimpin sidak menyebut produk arang ini diekspor ke Singapura dan Malaysia. Padahal pemerintah sudah menggelontorkan Rp 1 triliun khusus penanaman mangrove.
"Berapa ratus ribu batang mangrove yang dipotong. Pemerintah menggelontorkan anggaran Rp 1 triliun lebih khusus penanaman mangrove. Sementara di Kepri mangrove ditebang dibikin arang. Pemiliknya harus segera di-BAP. Kita juga akan sidak tempat-tempat lainnya. Semua produk arang ini diekspor ke Singapura dan Malaysia," ujarnya dikutip dari situs dpr.go.id, Jumat (27/1/2023)
Produk arang tersimpan dalam gudang yang memuat begitu banyak tumpukan karung arang yang siap dipasarkan. Gudang arang berada di Pulau Galang, Batam, Kepri.
Temuan ini mendapat perhatian serius Komisi IV DPR di tengah upaya pemerintah merehabilitasi hutan mangrove dengan menggelontorkan anggaran jumbo. Sudin menyerukan agar gudang penyimpanan arang ilegal tersebut disegel.
Kerugian negara segera dihitung oleh tim Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang ikut dalam sidak tersebut. Ternyata tak hanya satu gudang, masih ada gudang lainnya di Pulang Galang yang juga jadi sasaran sidak Komisi IV.
Ketika melihat produk arangnya DPR menemukan ternyata batang arang cukup besar. Menurut Sudin, batang arang itu didapat dari menebang pohon mongrove yang berusia sekitar 50 tahun.
Sudin sudah memerintahkan Gakkum KLHK menyegel gudang-gudang ilegal tempat penyimpanan arang mangrove tersebut. Setidaknya ada tiga gudang yang berhasil disidak Komisi IV DPR bersama Gakkum KLHK.
Informasi seputar produk arang berbahan mangrove ilegal ini, lanjut Sudin, sudah didapat satu bulan sebelumnya. Ketika masuk masa sidang Komisi IV pun segera menyidak gudang-gudang penyimpanan arang ilegal tersebut.
"Kita akan cek, apakah ada izin reklamasinya apa tidak. Izin reklamasi ada di KKP. Kalau tidak ada izin, kita perintahkan disegel, karena merusak hutan mangrove. Kita juga pernah menyegel PT Kayla di Batam. Saya katakan segel, karena itu merusak hutan bakau. Kita nggak peduli siapa backing-nya. Kalau melanggar hukum, ya kita akan tegakkan hukum," pungkas Sudin.