REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai, penetapan tersangka kepada mahasiswa UI Muhammad Hasya Attalah Syaputra yang meninggal akibat kecelakan pada 6 Oktober 2022 lalu, harus dikoreksi. Hasya tewas usai tertabrak mobil pajero milik pensiunan Polri, AKBP Eko Setia BW.
“Menurut saya, tindakan Polisi menetapkan tersangka (tsk) itu memang perlu dikoreksi,” tegas Arsul saat dikonfirmasi Republika, Sabtu (28/1/2023).
Seharusnya kata Arsul, dengan meninggalnya Hasya dalam peristiwa laka lantas itu, tidak perlu dilakukan penetapan tersangka. Namun yang terjadi, justru mahasiswa UI jurusan FISIP itu harus menyandang status tersangka usai kematiannya.
“Mestinya dengan sudah meninggalnya Hasya maka tidak perlu ada penetapan tersangka terhadap dia. Di sini kelihatan tindakan polisi itu selain tidak pas, juga terkesan ‘lebay’” ungkap Arsul
Dimana tidak pasnya? Arsul menjelaskan, karena jika menengok prinsip hukum yang menjadi ketentuan Pasal 77 KUHP maka dengan meninggalnya seseorang dalam proses hukum maka seketika harus berhenti proses hukumnya.
Alih-alih menghentikan kasus. Namun polri menetapkan Hasya sebagai tersangka. Jika demikian, ujar dia, keluarga almarhum bisa untuk mengajukan praperadilan untuk mengkaji lagi keputusan polisi itu.
“Jika keluarga almarhum Hasya ingin mengajukan proses pra-peradilan untuk mengkoreksi penetapan tersangka terhadap Hasya, saya menilai itu hal yang baik ya,” kata dia.
Terakhir, Arsul menambahkan, bahwa penabrak yakni AKBP Eko Setia BW yang menolak membawa korban (Hasya) ke rumah sakit, juga patut ditindaklanjuti. Arsul menduga ada kelalaian jika menilik lagi KUHP.
“Ya ini mesti diselidiki juga, karena di KUHP ada pasal pidana melalaikan kewajiban menolong orang yang membutuhkan pertolongan sehingga menyebabkan kematian,” kata dia.