REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vonis bebas terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan koperasi simpan pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya dinilai melukai rasa keadilan. Hakim menilai perbuatan yang dilakukan Henry Surya bukan ranah pidana, tapi perdata.
Hakim membebaskan Henry Surya dari segala tuntutan yang didakwakan. Hakim memerintahkan Henry segera dikeluarkan dari rumah tahanan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Vonis bertentangan tuntutan JPU yang menuntut Henry Surya 20 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar subsider satu tahun kurungan.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani mengatakan, vonis lepas kepada bos Indosurya telah melukai rasa keadilan bagi masyarakat. Khususnya, mereka yang telah menjadi korban dari dua terdakwa Henry Surya dan June Indria itu.
Ia merasa, vonis lepas dua terdakwa kasus penipuan dan penggelapan koperasi simpan pinjam (KSP) Indosurya telah melukai hati masyarakat. Arsul berharap, Mahkamah Agung (MA) bisa melihat kembali seluruh fakta dalam kasus tersebut.
"Dalam memeriksa kasus ini diharapkan juga melihat kembali seluruh fakta-fakta dan bukti-bukti serta menerapkan doktrin tentang mens rea dan actus reus secara jeli untuk memastikan ada tidaknya unsur pidana dalam kasus ini," kata Arsul, Senin (30/1/2023).
Ia menuturkan, pertanyaan-pertanyaan patut diajukan kepada vonis majelis hakim itu. Antara lain apa hakim sudah memertimbangkan fakta dan bukti persidangan, kemudian mengaitkan dengan doktrin dan putusan-putusan lain dalam kasus sejenis.
Dilihat apa kedua terdakwa itu benar tidak berbuat yang menyimpang sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan KSP Indosurya. Lalu, apa kedua terdakwa sudah menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan amanah dari nasabah.
"Adakah keuntungan pribadi, keluarga atau kelompoknya yang diperoleh dengan cara yang tidak benar," ujar Arsul.
Arsul berpendapat, suatu hubungan yang pada dasarnya perdata, bukan berarti bisa dipastikan tidak ada unsur pidana. Ia menekankan, bisa jadi hubungan keperdataan kemudian bisa dipidanakan, sepanjang memang ada unsur-unsur perbuatan curang.
Termasuk, lanjut Arsul, menipu dengan memberikan janji-janji palsu atau bohong kepada nasabah. Yang mana, sudah banyak disampaikan nasabah-nasabah Indosurya yang selama ini merasa menjadi korban atas tindak penipuan dan penggelapan.
"Jika ternyata putusan belum menyentuh hal-hal tersebut, maka JPU perlu mengambil langkah jelas dengan melakukan upaya hukum terhadap putusan tersebut," kata Arsul.