Kamis 02 Feb 2023 13:59 WIB

AS Capai Kesepakatan Amankan Pangkalan Militer Tambahan di Filipina

Pengamanan tambahan di Filipina ini untuk Membendung Kekuatan China.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Pertahanan A.S. Lloyd Austin, kedua dari kiri, berjalan melewati penjaga militer selama kedatangannya di Departemen Pertahanan Nasional di kamp militer Camp Aguinaldo di Quezon City, Metro Manila, Filipina pada Kamis 2 Februari 2023.
Foto: Rolex Dela Pena/Pool Photo melalui AP
Menteri Pertahanan A.S. Lloyd Austin, kedua dari kiri, berjalan melewati penjaga militer selama kedatangannya di Departemen Pertahanan Nasional di kamp militer Camp Aguinaldo di Quezon City, Metro Manila, Filipina pada Kamis 2 Februari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Amerika Serikat (AS) telah mencapai kesepakatan untuk mengamankan akses ke empat pangkalan militer tambahan di Filipina. Langkah AS itu bagian penting dari penguatan basis militer yang akan digunakan sebagai akses pantau kekuatan militer China di Laut China Selatan dan sekitar Taiwan.

Dengan kesepakatan ini, Washington telah menutup semua celah di busur aliansi AS yang membentang dari Korea Selatan dan Jepang di utara hingga Australia di selatan. Selama ini, akses busur yang hilang adalah Filipina, yang berbatasan dengan dua titik konflik potensial terbesar, Taiwan dan Laut China Selatan, atau Laut Filipina Barat seperti yang ditegaskan Manila.

Baca Juga

Namun kini, militer AS telah memiliki akses terbatas ke lima lokasi di bawah Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA). Ini bagian penambahan basis militer baru dan akses yang diperluas, menurut pernyataan dari Washington.

Kesepakatan ini akan memungkinkan hadirnya dukungan yang lebih cepat, seperti bantuan untuk bencana terkait kemanusiaan dan perubahan iklim yang melanda Filipina. Sekaligus juga basis ini mampu menanggapi tantangan bersama lainnya, yakni kemungkinan untuk melawan kekuatan basis militer China di wilayah tersebut.

Pernyataan itu muncul setelah Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr di Manila pada Kamis (2/2/2023).

AS belum mengatakan di mana pangkalan baru itu, tetapi tiga dari pangkalan itu mungkin berada di Pulau Luzon, sebuah pulau di ujung utara Filipina, satu-satunya tanah besar yang dekat dengan Taiwan. Kesepakatan itu, yang seolah membalikkan sejarah setelah kepergian AS dari Filipina, yang juga bekas jajahan mereka lebih dari 30 tahun disana.

“Tidak ada kemungkinan di Laut China Selatan yang tidak membutuhkan akses ke Filipina,” kata Gregory B Poling, direktur program Asia Tenggara di Pusat Kajian Strategis dan Internasional di Washington.

"AS tidak mencari pangkalan permanen. Ini tentang tempat, bukan pangkalan," kilahnya.

Yaitu, mencari akses ke tempat-tempat di mana operasi 'ringan dan fleksibel' yang melibatkan perbekalan dan pengawasan dapat dijalankan sesuai kebutuhan, daripada pangkalan di mana sejumlah besar pasukan akan ditempatkan.

Dengan kata lain, ini bukan kembali ke tahun 1980-an, ketika Filipina menjadi rumah bagi 15.000 tentara AS dan dua pangkalan militer Amerika terbesar di Asia, di Lapangan Clark dan Teluk Subic di dekatnya. Kemudian pada tahun 1991 pemerintah Filipina mulai menyadari hal itu.

Dan akhirnya orang-orang Filipina menggulingkan kediktatoran Ferdinand Marcos, sekaligus mengirim pulang kelompok militer AS, yang telah lama berada disana, dengan lebih memilih memperkuat demokrasi dan kemerdekaan. Semua itu setelah Perang Vietnam berakhir, Perang Dingin mereda, dan saat itu China masih lemah secara militer.

Jadi, pada tahun 1992, orang Amerika pulang - atau setidaknya sebagian besar dari mereka pulang. Kini, saat 30 tahun berlalu dan Marcos lainnya, atau putranya, Ferdinand Marcos Jr alias Bong Bong begitu dia dikenal - kembali ke Istana Malacañang, AS kembali mendapatkan kesempatan itu.

Kondisi saat ini, Tiongkok sudah tidak lagi lemah di bidang militer, dan ancaman itu berada langsung di depan pintu Filipina. Manila telah provokasi China. Terutama saat ketika Beijing mulai menggambar ulang peta Laut China Selatan, tetapi Manila tidak berdaya untuk melawan dan ikut campur tangan

Sejak 2014 China telah membangun 10 pangkalan baru dari reklamasi pulau buatan, termasuk satu di Mischief Reef, jauh di dalam zona ekonomi eksklusif atau ZEE Filipina sendiri. "Hingga saat itu hubungan antara Manila dan Beijing bebas dari masalah besar," kata Herman Kraft, profesor ilmu politik di Universitas Filipina.

"Kami memiliki situasi hidup dan biarkan hidup di Laut Cina Selatan. Tetapi pada tahun 2012 mereka mencoba untuk menguasai Beting Scarborough. Kemudian pada tahun 2014 mereka mulai membangun pulau-pulau itu. Perampasan tanah oleh China mengubah hubungan tersebut," ujar Herman.

Sementara Filipina memiliki kemampuan yang sangat terbatas," terutama militer untuk melawan ancaman dari China," kata mantan Duta Besar Filipina untuk AS Jose Cuisia Jr.

Cuisia mengatakan Tiongkok telah berulang kali mengingkari janji untuk tidak memiliterisasi pangkalan baru mereka di Laut China Selatan. "China telah memiliterisasi dengan berbagai perangkatnya dan itu membuat lebih banyak wilayah kami terancam. Hanya AS yang memiliki kekuatan untuk menghentikannya. Filipina tidak dapat melakukannya sendiri," jelas Cuisia.

Dalam perjalanan sejarah, kekerasan dan pelecehan oleh pasukan AS di Filipina masih menjadi topik sensitif. Diperkirakan ada 15.000 anak yang ditinggal bersama seorang ibu Filipina, mereka ketika ayah mereka yang juga prajurit AS memilih pulang, dan meninggalkan mereka.

"Kami memiliki sejarah panjang ketidaksetaraan dalam hubungan kami," kata Renato Reyes, sekretaris jenderal Aliansi Patriotik Baru, sebuah kelompok sayap kiri. "Filipina terpaksa menanggung biaya sosial. Ada sejarah pemerkosaan, pelecehan anak, dan limbah beracun."

Kembalinya AS ke Filipina sebagian ditentang keras oleh kelompok sayap kiri negara itu. Meskipun tidak akan ada banyak pasukan AS di basis pangkalan baru seperti sebelumnya, Washington sekarang meminta akses ke beberapa lokasi baru.

Beberapa kemungkinan lokasi basis pangkalan itu di antaranya menghadap langsung ke Laut China Selatan, yang lainnya menghadap ke utara menuju Taiwan. Laporan tidak resmi menunjukkan opsi di Cagayan, Zambales, Palawan dan Isabela.

Yang pertama menghadap Taiwan, yang kedua beting Scarborough, dan yang ketiga Kepulauan Spratly. Setiap fasilitas baru AS akan berada di dalam pangkalan Filipina yang ada. Pasukan AS akan datang dalam kelompok kecil dan bergilir.

Tujuannya, kata Poling, adalah untuk mencegah ekspansi teritorial lebih lanjut oleh China di Laut China Selatan, sekaligus menyediakan tempat bagi AS untuk mengawasi pergerakan militer China di sekitar Taiwan.

 

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
هَلْ يَنْظُرُوْنَ اِلَّآ اَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ اَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ اٰيٰتِ رَبِّكَ ۗيَوْمَ يَأْتِيْ بَعْضُ اٰيٰتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا اِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ اٰمَنَتْ مِنْ قَبْلُ اَوْ كَسَبَتْ فِيْٓ اِيْمَانِهَا خَيْرًاۗ قُلِ انْتَظِرُوْٓا اِنَّا مُنْتَظِرُوْنَ
Yang mereka nanti-nantikan hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka, atau kedatangan Tuhanmu, atau sebagian tanda-tanda dari Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu. Katakanlah, “Tunggulah! Kami pun menunggu.”

(QS. Al-An'am ayat 158)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement