Kamis 02 Feb 2023 14:39 WIB

Inggris Isyaratkan Masih Bisa Ubah Sikap Soal Kirim Jet Tempur ke Ukraina

Inggris isyaratkan masih bisa mengubah keputusannya soal kirim jet tempur ke Ukraina

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace. Inggris mengisyaratkan masih bisa mengubah keputusannya soal keengganan mereka mengirim jet tempur ke Ukraina
Foto: EPA
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace. Inggris mengisyaratkan masih bisa mengubah keputusannya soal keengganan mereka mengirim jet tempur ke Ukraina

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Inggris mengisyaratkan masih bisa mengubah keputusannya soal keengganan mereka mengirim jet tempur ke Ukraina. Kendati demikian, ia menilai, memasok Kiev dengan jet tempur bukan pendekatan yang tepat saat ini.

“Saya sudah terlibat dengan ini untuk waktu yang cukup lama. Saya telah belajar dua hal: jangan pernah mengatur apa pun dan jangan pernah mengesampingkan apa pun,” kata Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace, Rabu (1/2/2023).

Baca Juga

Dia pun menyinggung tentang sikap Inggris yang saat ini masih menolak mengirim jet tempur ke Inggris. “Ini bukan keputusan yang solid. Untuk saat ini, saya pikir itu bukan pendekatan yang tepat. Apa yang akan terjadi dalam konflik ini tahun ini adalah kemampuan Ukraina untuk mengerahkan kendaraan lapis baja Barat melawan Rusia,” ucap Wallace.

“Saya pikir kita harus cukup yakin bahwa (jet) akan menjadi persyaratan pemenang pertempuran berikutnya. Tapi untuk saat ini, saya pikir kami fokus pada tank, pertempuran darat,” kata Wallace menambahkan.

Pada Selasa (31/1/2023), juru bicara Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan, mengirim jet tempur ke Ukraina adalah tindakan yang tak praktis sebab pasukan Ukraina membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk belajar mengoperasikan dan menerbangkannya.

Akhir pekan lalu Kanselir Jerman Olaf Scholz telah menegaskan, negaranya tidak akan mengirim atau memasok jet tempur ke Ukraina. Hal itu disampaikan di tengah meningkatkan seruan Kiev tentang kebutuhan terhadap pesawat tersebut.

“Saya hanya dapat menyarankan untuk tidak terus-menerus melakukan perang penawaran dalam hal sistem persenjataan. Jika, segera setelah keputusan (tentang tank) dibuat, debat berikutnya dimulai di Jerman, itu tidak terlihat serius dan merusak kepercayaan warga terhadap keputusan pemerintah,” kata Scholz dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Tagesspiegel, Ahad (29/1/2023).

Pada Rabu (25/1/2023) pekan lalu, Scholz akhirnya menyetujui pengiriman 14 tank Leopard 2 ke Ukraina. Negara-negara Eropa yang memiliki tank tersebut dan ingin mengerahkannya ke Ukraina juga mendapat restu dari Scholz. Langkah Jerman mengizinkan pengiriman Leopard 2 ke Ukraina terjadi berbarengan dengan keputusan Amerika Serikat (AS) mengirim 31 tank M1 Abrams untuk Kiev. Sebelumnya kedua negara tersebut menolak memasok masing-masing dari jenis tank tempur tersebut ke Ukraina.

Setelah mengamankan pasokan tank, Ukraina kemudian menyerukan sekutu Barat untuk mengirimkan jet tempur. “Rintangan besar berikutnya sekarang adalah jet tempur,” kata Yuriy Sak, penasihat Menteri Pertahanan Ukraina Oleksiy Reznikov, saat diwawancara Reuters, Rabu pekan lalu.

Yuriy Sak mengungkapkan, pasokan jet tempur itu dibutuhkan negaranya untuk misi pencegatan dan menyerang posisi Rusia. “Jika kami mendapatkan mereka (jet tempur Barat), keuntungan di medan perang akan sangat besar. Bukan hanya F-16 (jet tempur multiperan AS): pesawat generasi keempat, ini yang kami inginkan,” ucapnya.

Angkatan Udara Ukraina memiliki armada jet tempur era Uni Soviet. Mereka sudah tua dan jauh dibandingkan kekuatan udara Rusia. Sak optimistis, Barat akan bersedia memasok jet tempur untuk negaranya. “Mereka (Barat) tidak ingin memberi kami artileri berat, lalu mereka melakukannya. Mereka tidak ingin memberi kami sistem Himars, lalu mereka melakukannya. Mereka tidak mau memberi kami tank, sekarang mereka memberi kami tank. Selain senjata nuklir, tidak ada yang tersisa yang tidak akan kami dapatkan,” ucap Sak.

Ukraina juga menyampaikan membutuhkan bantuan rudal jarak jauh dari Barat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement