REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Inggris mengisyaratkan masih bisa mengubah keputusannya soal keengganan mereka mengirim jet tempur ke Ukraina. Kendati demikian, ia menilai, memasok Kiev dengan jet tempur bukan pendekatan yang tepat saat ini.
“Saya sudah terlibat dengan ini untuk waktu yang cukup lama. Saya telah belajar dua hal: jangan pernah mengatur apa pun dan jangan pernah mengesampingkan apa pun,” kata Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace, Rabu (1/2/2023).
Dia pun menyinggung tentang sikap Inggris yang saat ini masih menolak mengirim jet tempur ke Inggris. “Ini bukan keputusan yang solid. Untuk saat ini, saya pikir itu bukan pendekatan yang tepat. Apa yang akan terjadi dalam konflik ini tahun ini adalah kemampuan Ukraina untuk mengerahkan kendaraan lapis baja Barat melawan Rusia,” ucap Wallace.
“Saya pikir kita harus cukup yakin bahwa (jet) akan menjadi persyaratan pemenang pertempuran berikutnya. Tapi untuk saat ini, saya pikir kami fokus pada tank, pertempuran darat,” kata Wallace menambahkan.
Pada Selasa (31/1/2023), juru bicara Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan, mengirim jet tempur ke Ukraina adalah tindakan yang tak praktis sebab pasukan Ukraina membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk belajar mengoperasikan dan menerbangkannya.
Akhir pekan lalu Kanselir Jerman Olaf Scholz telah menegaskan, negaranya tidak akan mengirim atau memasok jet tempur ke Ukraina. Hal itu disampaikan di tengah meningkatkan seruan Kiev tentang kebutuhan terhadap pesawat tersebut.
“Saya hanya dapat menyarankan untuk tidak terus-menerus melakukan perang penawaran dalam hal sistem persenjataan. Jika, segera setelah keputusan (tentang tank) dibuat, debat berikutnya dimulai di Jerman, itu tidak terlihat serius dan merusak kepercayaan warga terhadap keputusan pemerintah,” kata Scholz dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Tagesspiegel, Ahad (29/1/2023).
Pada Rabu (25/1/2023) pekan lalu, Scholz akhirnya menyetujui pengiriman 14 tank Leopard 2 ke Ukraina. Negara-negara Eropa yang memiliki tank tersebut dan ingin mengerahkannya ke Ukraina juga mendapat restu dari Scholz. Langkah Jerman mengizinkan pengiriman Leopard 2 ke Ukraina terjadi berbarengan dengan keputusan Amerika Serikat (AS) mengirim 31 tank M1 Abrams untuk Kiev. Sebelumnya kedua negara tersebut menolak memasok masing-masing dari jenis tank tempur tersebut ke Ukraina.
Setelah mengamankan pasokan tank, Ukraina kemudian menyerukan sekutu Barat untuk mengirimkan jet tempur. “Rintangan besar berikutnya sekarang adalah jet tempur,” kata Yuriy Sak, penasihat Menteri Pertahanan Ukraina Oleksiy Reznikov, saat diwawancara Reuters, Rabu pekan lalu.
Yuriy Sak mengungkapkan, pasokan jet tempur itu dibutuhkan negaranya untuk misi pencegatan dan menyerang posisi Rusia. “Jika kami mendapatkan mereka (jet tempur Barat), keuntungan di medan perang akan sangat besar. Bukan hanya F-16 (jet tempur multiperan AS): pesawat generasi keempat, ini yang kami inginkan,” ucapnya.
Angkatan Udara Ukraina memiliki armada jet tempur era Uni Soviet. Mereka sudah tua dan jauh dibandingkan kekuatan udara Rusia. Sak optimistis, Barat akan bersedia memasok jet tempur untuk negaranya. “Mereka (Barat) tidak ingin memberi kami artileri berat, lalu mereka melakukannya. Mereka tidak ingin memberi kami sistem Himars, lalu mereka melakukannya. Mereka tidak mau memberi kami tank, sekarang mereka memberi kami tank. Selain senjata nuklir, tidak ada yang tersisa yang tidak akan kami dapatkan,” ucap Sak.
Ukraina juga menyampaikan membutuhkan bantuan rudal jarak jauh dari Barat.