REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Liga Primer Inggris terus menunjukkan dominasinya dari sisi kekuatan ekonomi. Klub-klub kasta teratas Negeri Ratu Elizabeth menghabiskan 815 juta pounds atau Rp 14,8 triliuan selama bursa transfer Januari 2023.
Jumlah demikian jauh di atas pengeluaran klub-klub Spanyol, Italia, Jerman, dan Prancis. Bahkan ketika tim dari empat negara itu digabungkan, aktivitas belanja mereka hanya menyentuh dana 198 juta pounds atau Rp 3,6 triliun. Artinya total belanja Liga Primer, empat kali lebih besar dari gabungan uang yang dikeluarkan tim La Liga, Serie A, Bundesliga, serta Ligue 1.
Pakar sepak bola Prancis, Julien Laurens berbicara mengenai hal ini. Klub kecil seperti AFC Bournemouth saja memiliki kemampuan untuk menghabiskan 60 juta pounds atau 70 juta pounds dalam satu jendela transfer. Liga lain kini hanya menjadi penyumbang pemain untuk Liga Inggris.
"FIFA dan UEFA harus memeriksanya. Saya tidak tahu apakah Anda bisa membatasi pengeluaran hingga 100 juta pounds atau 150 juta pounds per klub. Saya tidak tahu apakah itu mungkin," kata Laurens di Podcast BBC Radio 5 Live's Euro Leagues, Jumat (3/2/2023).
Laurens merasa Liga Primer bisa membiayai sepak bola Eropa. Semua seolah terpusat ke sana. Sebagai contoh, Chelsea yang terus bermanuver, baru saja mengontrak Enzo Fernandez dari Benfica, seharga 107 juta pounds (Rp 1,9 triliun). Total the Blues menghabiskan 288 juta pounds (Rp 5,2 triliun) di bulan Januari 2023.
"Luar biasa, negara yang paling memprotes gagasan Liga Super, secara efektif merupakan liga super," kata pakar sepak bola Jerman, James Horncastle.
Ia tidak bisa mengkritik Liga Primer dari sisi komersil. Saat ini, memang demikian adanya. "Tapi saya sedih karena Eropa baru saja menjadi liga pengembangan untuk Liga Primer," ujar Horncastle, menambahkan.
Ia berpendapat, penumpukan pemain akan terlihat di kompetisi tersebut. Tentu saja, berjalannya waktu akan ada pesepak bola yang menurun secara kualitas. Liga Primer bakal kesulitan menyingkirkan orang-orang itu.
Pasalnya, standar gaji dan biaya transfer mereka terlampau tinggi. Tim dari liga lain tak mampu membiayainya. Pada akhirnya, perputaran pemain kebanyakan terjadi di negara itu sendiri.
Horncastle mencontohkan Manchester City menjual Gabriel Jesus dan Oleksandr Zinchenko ke Arsenal. Kemudian Man City melepas Raheem Sterling ke Chelsea.
"Klub-klub Eropa lain, tidak mampu membeli pemain-pemain dari Liga Inggris, bahkan para pemain cadangan sekalipun. Mereka terlalu mahal untuk tim-tim Jerman," ujar Horncastle.
Perusahaan jasa keuangan Deloitte membeberkan fakta pengeluaran klub papan atas Inggris jauh lebih besar dibandingkan tim lain dari lima liga top Eropa. Klub Negeri Ratu Elizabeth menyumbang 79 persen dari total pengeluaran para elite di berbagai negara Benua Biru.
Tim-tim dari Liga Belgia pun terbiasa menyumbang pemain untuk Liga primer. Sesuatu yang tak bisa dihindari. Sehingga, keadaan ini memengaruhi persaingan di lapangan.
"Semua klub Belgia merugi 200 juta euro dalam periode laporan keuangan tahunan terakhir, kemudian Liga Primer datang, dan mereka menjual pemain mereka. Liga Primer menyelamatkan mereka. Ini situasi yang sangat menyedihkan di Eropa." ujar jurnalis sepak bola Belgia, Kristof Terreur.