REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang hakim berinisial MY diputuskan dipecat tidak dengan hormat, karena terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). MY terjerat asmara dengan seorang perempuan yang saat itu mengurus perceraian di Pengadilan Agama (PA) Tulungagung.
Keputusan pemecatan itu disepakati Komisi Yudisial (KY) bersama Mahkamah Agung (MA) setelah menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) di Jakarta pada Jumat (3/2/2023). Majelis MKH terdiri dari perwakilan KY, yaitu Wakil ketua KY M Taufiq HZ sebagai ketua majelis, bersama anggota KY Siti Nudjanah, Binziad Kadafi, dan Amzulian Rifai.
Perwakilan MA terdiri dari Hakim Agung Syamsul Maarif, Purwosusilo, dan Yasardin. "Menjatuhkan sanksi kepada terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana Pasal 19 ayat (4) huruf e Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan KEPPH," kata Taufiq dalam keterangan di Jakarta pada Sabtu (4/2/2023).
Sidang MKH diadakan kali ketiga. Dua sidang sebelumnya ditunda karena hakim terlapor MY berhalangan hadir dengan alasan sakit. Bahkan, untuk pertama kalinya dalam sejarah persidangan MKH, terlapor dihadirkan secara virtual melalui Zoom karena terlapor masih dalam keadaan sakit dan dalam pantauan dokter.
"Majelis menyatakan terlapor MY telah terbukti melanggar Angka 1 butir 1.1.(2,) Angka 1 butir 1.1.(4), Angka 3 butir 3.1.(1), Angka 3 butir 3.1.(4), Angka 3 butir 3.1.(6), Angka 5 butir 5.1.(3), Angka 6 butir 6.1, Angka 7 butir 7.3.(1) Surat Keputusan Bersama KY dan MA tentang KEPPH," tulis keterangan resmi KY.
Latar belakang perkara ini berawal ketika MY masih bertugas di Pengadilan Agama (PA) Tulungagung. Pelapor saat itu sedang mengurus perceraian dengan suami sebelumnya, dan tidak sengaja bertemu dengan MY.
"Saat itu, MY meminta nomor kontak pelapor dan mengatakan akan mengurus perkara tersebut," tulis keterangan resmi KY.
MY diduga mengatur agar bisa menjadi anggota majelis dalam perkara pelapor. Bahkan, selama proses persidangan, MY mengajak pelapor untuk menikah. Pelapor yang ingin proses perceraiannya cepat diputus, kemudian menyetujui hal tersebut. "Setelah putusan perceraian pelapor disetujui, tidak berapa lama berselang, MY dan pelapor menikah secara siri," tulis keterangan resmi KY.
Dalam pembelaannya, MY mengakui memang bertemu dengan pelapor sebelum persidangan kasus perceraian pelapor secara tidak sengaja. MY mengeklaim sempat menolak menjadi anggota majelis hakim kasus terlapor.
Namun, karena permintaan Ketua PA Tulungagung, MY kemudian menyetujui. Dalam sidang, MY juga mengakui, mengajak pelapor menikah secara siri dan memiliki seorang anak dari hasil hubungan tersebut. Setelah itu, MY memberitahukan kepada istri pertamanya bahwa ia telah menikah kedua kalinya, sekaligus meminta izin.
"Setelah mendapat izin dari istri pertama, baru MY mengurus perizinan poligami ke kantor dinas dengan alasan istri pertama sakit dan menikah secara resmi," tulis keterangan resmi KY.
Selanjutnya, MY justru menghilang tanpa kabar setelah satu hari menikah secara resmi menurut pengakuan pelapor. Dengan demikian, pelapor merasa MY tidak memenuhi janjinya sebelum menikah.
Kemudian pelapor melaporkan perbuatan MY kepada KY pada 2021. Dalam persidangan tersebut juga hadir istri pertama dan keponakan MY, yang tinggal bersama MY dan istri pertama sebagai saksi.
"Dalam pertimbangan majelis, terlapor dianggap telah terbukti melanggar KEPPH, tidak izin untuk poligami sesuai ketentuan, tidak mengakui anak, tidak menafkahi anak dari pelapor, dan tidak memberikan contoh sebagai hakim senior," tulis keterangan resmi KY.