Sabtu 04 Feb 2023 13:52 WIB

Petani Sesalkan Bulog Ujung-Ujungnya Operasi Pasar Pakai Beras Impor

Rencana impor beras semula hanya untuk menambah cadangan beras pemerintah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja melakukan bongkar muat karung berisi beras di Gudang Beras Food Station, Cipinang, Jakarta, Jumat (3/2/2023). Langkah operasi pasar beras Bulog yang mengandalkan beras impor mengecewakan para petani.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja melakukan bongkar muat karung berisi beras di Gudang Beras Food Station, Cipinang, Jakarta, Jumat (3/2/2023). Langkah operasi pasar beras Bulog yang mengandalkan beras impor mengecewakan para petani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah operasi pasar beras Bulog yang mengandalkan beras impor mengecewakan para petani.

Sebab, rencana impor beras semua ditujukan hanya untuk menambah cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Bulog. Namun saat ini kegiatan operasi pasar hampir sepenuhnya mengandalkan impor.

Baca Juga

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia wilayah Jawa Barat, Entang Sastraadmadja menuturkan, pemerintah sejak awal sudah terlambat mengantisipasi masalah beras. Dengan kata lain, pemerintah masih sebatas menjadi 'pemadam kebakaran' dalam menangani persoalan pangan.

"Keinginan impor beras diharapkan agar cadangan beras pemerintah meningkat, apakah itu konsisten, kalau ujung-ujungnya beras impor (langsung) dipakai operasi pasar? Artinya ini sudah keluar dari khittah" kata Entang kepada Republika, Sabtu (4/2/2023).  

Menurut Entang, sejak awal skenario pembangunan perberasan nasional tidak profesional. Karena, data Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menyatakan Indonesia mencapai surplus beras tahun ini atau bisa disebut melimpah.

Sayangnya, keberadaan beras yang melimpah itu belum dapat dipastikan. "Apakah di petani, di penggilingan, atau di bandar? Yang jadi masalah kalau di bandar apalagi dia berani beli beras dengan harga lebih tinggi," ujar Entang.

Hal itu pula yang masih menjadi masalah bagi Bulog untuk bisa mengamankan pasar. Sebab, wajar bila petani pun lebih memilih menjual beras kepada para pengepul yang menawar lebih mahal. Sementara Bulog terikat aturan harga pembelian pemerintah (HPP) yang lebih rendah.

Sebagai catatan, HPP gabah kering panen (GKP) dipatok sebesar Rp 4.200 per kg sementara rata-rata harga gabah saat ini sudah berkisar Rp 5.500 per kg- Rp 5.600 per kg. Rendahnya harga Bulog juga menjadi kendala menyerap lebih banyak produksi petani untuk dijadikan sebagai cadagan.

"Menurut saya kita tidak bisa juga menyalahkan Bulog karena dia bagian dari sistem. Oleh karena itu HPP gabah harus ditinjau ulang karena sudah tiga tahun tidak naik," kata Entang.

Badan Pangan Nasional (NFA) mencatat total stok cadagan beras pemerintah di Bulog hanya tersisa 370 ribu ton. Itu pun sudah termasuk sekitar 300 ribu ton beras impor yang masuk sejak Desember 2022 lalu hingga awal Februari.

Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi sebelumnya memastikan beras impor itu tidak akan digunakan secara bebas sehingga tidak akan menganggu harga beras lokal yang diproduksi petani. Stok beras impor tersebut hanya dipergunakan pada kondisi tertentu seperti, penanggulangan bencana, intervensi harga jika diperlukan, dan beberapa kegiatan pemerintah lainnya.

Menurut Arief, beras Bulog akan bertambah 200 ribu ton pada Februari. Itu karena beras impor akan datang. Sementara Maret mendatang akan memasuki musim puncak panen raya.

"Artinya, satu hingga dua bulan ke depan ini stok beras di Bulog harus distribusikan dan dihabiskan, karena panen raya akan berlangsung pada akhir bulan Februari, Maret, dan April. Setelah ini dihabiskan, siap-siap perencanaan untuk penyerapan," kata Arief.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement