REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pascakasus penyerangan pesawat Susi Air di Lapangan Terbang (Lapter) Paro, Papua, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) meminta penyelenggRa bandara meningkatkan keamanan. Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan penyelenggara bandara agar selalu berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat.
“Penyelenggara bandara lebih waspada dengan melakukan pemeriksaan seperti izin masuk terhadap orang sebelum masuk ke daerah keamanan terbatas bandar udara,” kata Adita dalam pernyataan tertulisnya, Senin (7/2/2023) malam.
Adita juga mengimbau, penuelengagra bandara agar melakukan pemeriksaan yang lebih intensif terhadap penumpang. Khususnya dengan memeriksa boarding pas dan mencocokkan identitas diri serta memeriksa barang-barang bawaan guna keamanan penerbangan.
Dia menambahkan, seluruh Lapter yang berada di Kabupaten Nduga, Papua yang selama ini kelola oleh Pemda diminta lebih selektif. “Tetap selalu berkoordinasi dengan pihak kemananan dalam hal pemberian ijin terbang,” ucap Adita.
Sebelumnya, Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerima laporan terkait kasus penyerangan pesawat milik maskapai Susi Air nomor registrasi PK-BVY pada kemarin (7/2/2023) pukul 06.17 waktu setempatdi Lapangan Terbang Paro, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengklaim menyandera pilot dan penumpang pesawat Susi Air tersebut. Mereka menjelaskan alasan mengapa pasukan gerilyawan melakukan penyanderaan terhadap Kapten Philips Max Marthin.
Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengatakan, pilot maskapai sipil Susi Air tersebut disandera karena peran politik negara asalnya Selandia Baru, yang terlibat membantu Indonesia dalam 'pembantaian' warga asli Papua.
“Dengan dasar itu, maka mereka (Selandia Baru), pilot itu sebagai jaminan,” kata Sebby dalam rekaman suara pernyataan yang diterima Republika.co.id, di Jakarta, Selasa (7/2/2023).