Rabu 08 Feb 2023 16:18 WIB

Muslimah Minnesota Sukses Rilis Jilbab APD Sekali Pakai yang Higienis  

Jilbab APD sangat membantu Muslimah untuk terhindar dari infeksi penyakit

Rep: Zahrotul Oktaviani / Red: Nashih Nashrullah
APD Muslimah jilbaber. Jilbab APD sangat membantu Muslimah untuk terhindar dari infeksi penyakit
Foto: Dok Istimewa
APD Muslimah jilbaber. Jilbab APD sangat membantu Muslimah untuk terhindar dari infeksi penyakit

REPUBLIKA.CO.ID, SAINT PAUL – Di masa pandemi Covid-19, masyarakat di seluruh dunia mengenal istilah alat pelindung diri (APD). Setiap harinya, orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan harus mengenakan perlengkapan keselamatan untuk menghindari kontaminasi.

Namun, bagi Muslimah, menemukan jilbab pelindung sekali pakai adalah hal yang mustahil. Padahal, perlindungan untuk mencegah kontaminasi ini diperlukan, terlebih saat mereka hendak merawat pasien.

Baca Juga

Bentuk topi medis biasanya terbuka dibagian leher dan tidak memenuhi standar hijabi, sehingga petugas kesehatan wanita Muslim masih perlu mengenakan hijab kain di bawahnya. 

Dengan hanya menutupi bagian atas hijab, sisanya dibiarkan terbuka, hal ini berpotensi terkontaminasi oleh bahan infeksius

Dua orang terapis pernapasan, Yasmin Samatar dan Firaoli Adam, telah memiliki pengalaman bertahun-tahun di rumah sakit di seluruh negeri. Mereka termasuk petugas yang bekerja di garis depan, merawat pasien selama pandemi.

Setelah mengalami secara langsung rasa frustrasi, kekhawatiran, serta hilangnya produktivitas yang disebabkan kurangnya APD layak untuk Muslimah, mereka menggunakan keahlian dan visinya untuk menciptakan lini hijab pelindung sekali pakai yang disebut Hygienic Hijab.

“Selama pengalaman kami dalam perawatan kesehatan, tidak memiliki akses ke APD yang sadar budaya tidak hanya membahayakan keselamatan kami, tetapi juga keselamatan pasien dan orang yang mereka cintai,” kata Samatar dan Adam dikutip di Ebony Megazine, Rabu (8/2/2023).

Hijab yang mereka kenakan disebut selalu menemani setiap kali berada di area dengan paparan yang lebih tinggi, dengan pasien di lab, atau di ruang Covid-19. 

Namun jilbab yang dikenakan di fasilitas medis bukanlah dalam bentuk APD, sehingga membuat petugas kesehatan rentan terpapar cairan dan penyakit menular.

Samatar dan Adam, yang masing-masing berasal dari Somalia dan Oromo, juga memiliki anggota keluarga dengan kekhawatiran serupa.

Saat pasien menjalani operasi, pemindaian MRI, maupun prosedur lainnya, mereka menemukan fasilitas medis tidak menyediakan pakaian rumah sakit yang sadar budaya untuk mereka. Sebagai gantinya, mereka diberi sprei untuk menggantikan hijab mereka.

Baca juga: 4 Sosok Wanita yang Bisa Mengantarkan Seorang Mukmin ke Surga, Siapa Saja?  

Menyadari hal itu adalah masalah yang dihadapi banyak orang, kedua orang ini pun berupaya mengembangkan solusi, memimpin tuntutan untuk menciptakan jilbab sekali pakai yang aman sesuai panduan FDA.

Yang pertama dari jenisnya, jilbab inovatif ini menunggu hak paten diluncurkan di bawah perusahaan yang mereka dirikan bersama, Mawadda. "Mawadda" berasal dari bahasa Arab, mengacu pada bentuk terdalam dari cinta, kasih sayang, simpati, kasih sayang dan harmoni.

“Kami bermaksud untuk menyebarkan 'Mawadda' melalui misi perusahaan dan membantu mempengaruhi generasi muda maupun mereka yang memasuki bidang kesehatan, untuk memahami bahwa kehadiran Anda dihargai. Kami berharap dapat membantu meringankan jalan bagi semua orang, sehingga semua dapat membawa perubahan yang lebih positif juga," lanjut mereka. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement