Selasa 14 Feb 2023 08:38 WIB

BNPB: Gempa Susulan di Jayapura Berpengaruh pada Psikologis Masyarakat

Jumlah pengungsi yang tercatat akibat gempa Papua hingga 3.000 orang di tiga distrik

 Foto yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini menunjukkan rumah yang rusak akibat gempa di Jayapura, Provinsi Papua, (ilustrasi).
Foto: BNPB via AP
Foto yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini menunjukkan rumah yang rusak akibat gempa di Jayapura, Provinsi Papua, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan gempa susulan yang terjadi setelah gempa magnitudo 5,4 di Jayapura, Papua, masih berpengaruh pada psikologis masyarakat.

Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti di Jakarta, Senin (13/2/2023), menyebut getaran gempa yang terjadi pada 9 Februari lebih terdistribusi di daratan disusul dengan tingginya frekuensi gempa susulan.

Baca Juga

Rangkaian gempa yang tercatat oleh BMKG sejak 2 Januari dengan magnitudo sama yang berpusat di laut, semakin intens hingga 9 Februari berpusat di darat, menyebabkan jumlah pengungsi yang tercatat hingga 3.000 orang di tiga distrik yakni Abepura, Sentani, dan Jayapura.

"Tanggal 9 (Februari) ada 118 gempa susulan, 46 di antaranya dirasakan. Jadi kalau dalam satu hari kita ada 46, sebenarnya mungkin masih berpengaruh pada psikologis masyarakat sehingga pada malam hari mereka tidak terlalu merasa aman di rumah," kata Abdul.

BNPB telah memberikan bantuan dana siap pakai sebesar Rp 750 juta, logistik permakanan senilai Rp 250 juta, dengan matras dan selimut 3.000 buah, dan tiga unit tenda.

Abdul mengatakan sejak Senin siang, kondisi pengungsian di kantor Desa Hamadi sudah mulai kosong, yang mengindikasikan pengungsi sudah mau kembali ke rumah. Jika malam hari, pengungsian masih diisi 50-60 jiwa yang mayoritas merupakan ibu dan anak.

Hal ini dikarenakan di dekat pengungsian di Hamadi merupakan kampung nelayan. Oleh karena kepala keluarga menangkap ikan pada malam hari, para ibu merasa tidak aman jika gempa terjadi di malam hari, sehingga lebih memilih ke pengungsian agar merasa aman.

Disamping itu, para Ibu tersebut merasa anak-anak akan merasa lebih baik di pengungsian karena dapat memiliki banyak teman. Dari data kerusakan akibat gempa, 44 rumah mengalami kerusakan langsung. Sebanyak 15 rumah rusak berat, satu rusak sedang, dan 28 rusak ringan.

Abdul mengimbau masyarakat dapat membuat konsep sistem peringatan dini gempa berbasis keluarga, dengan menumpuk kaleng bekas yang diisi batu sehingga jika kaleng tersebut jatuh akibat getaran, maka menjadi peringatan untuk segera menjauh dari bangunan.

"Kami tentu saja mengimbau kepada masyarakat, terutama yang mungkin masih merasa was-was untuk pulang ke rumah. Pada saat ini intensitas gempa susulan, kalau kita lihat sudah menurun. Jadi silakan kembali ke rumah, kalau misalkan rumah tidak ada rusak struktur," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement