REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan, bila perdamaian dengan Arab Saudi tercapai maka konflik Arab-Israel akan berakhir.
Hal ini dia sampaikan dalam pidatonya di Hartog National Security Conference di Tel Aviv, Selasa (21/2/2023) malam, yang dihadiri mantan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Israel David Friedman.
"Jika kita berada di atas angin, saya pikir kita dapat memperluas lingkaran perdamaian, dan jika kita memperluas lingkaran perdamaian ke Arab Saudi, saya pikir kita benar-benar akan mengakhiri konflik Arab-Israel," kata Netanyahu, seperti dikutip dari Anadolu Agency, Rabu (22/2/2023).
Itu artinya, menurut Netanyahu, langkah untuk menyelesaikan masalah Palestina bukan dengan bekerja dari dalam ke luar, tetapi justru dari luar ke dalam.
"Saya percaya kita dapat mencapai terobosan jika kepemimpinan Arab Saudi memutuskan bahwa mereka ingin menjadi bagian darinya secara resmi. Secara tidak resmi, mereka sudah menjadi bagian," kata Netanyahu.
Netanyahu juga menyampaikan, upaya memperluas kesepakatan normalisasi antara Israel dan negara-negara Arab akan menjadi tameng dalam melawan Iran. Israel adalah musuh bebuyutan Iran di kawasan itu.
Israel secara teratur menuduh Iran berusaha membuat bom nuklir, klaim yang dibantah oleh Teheran, dengan mengatakan programnya dirancang untuk tujuan damai.
Terhadap pernyataan Netanyahu itu, hingga kini belum ada komentar dari Arab Saudi. Arab Saudi tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan menentang normalisasi dengan Tel Aviv hingga mengakhiri pendudukan Israel selama puluhan tahun di wilayah Palestina.
Di bawah sponsor Amerika Serikat, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain menandatangani perjanjian untuk menormalisasi hubungan mereka dengan Israel pada September 2020.
Langkah tersebut kemudian diikuti Sudan dan Maroko. Sebelum 2020, Israel memiliki dua kesepakatan damai dengan Mesir pada 1979 dan dengan Yordania pada 1994.
Netanyahu pada Desember 2022 lalu juga telah mengatakan, Palestina bisa mendapatkan otonomi tanpa kedaulatan atau keamanan. Dia saat itu mengusulkan otonomi terbatas bagi warga Palestina, dan menyebutnya sebagai satu-satunya perdamaian yang berlaku pada warga Palestina.
"Satu-satunya perdamaian yang akan bertahan adalah yang bisa kita pertahankan. Dan satu yang bisa kita pertahankan adalah di mana Palestina memiliki semua kekuatan untuk mengatur diri mereka sendiri, tetapi tidak ada satu pun kekuatan yang mengancam hidup kita," kata dia.
Artinya, Netanyahu mengatakan, keamanan harus tetap ada di tangan Israel. "Ini berarti keamanan, dalam pengaturan politik apa pun yang akan kita miliki, secara realistis harus tetap berada di tangan Israel," tambahnya.