Ahad 26 Feb 2023 05:25 WIB

Alasan Mengapa Kiblat Dipindahkan dari Yerusalem ke Makkah

Perubahan kiblat terjadi pada pertengahan Sya’ban.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Jamaah haji melakukan Tawaf Perpisahan di sekitar Kabah di Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi, 11 Juli 2022. Alasan Mengapa Kiblat Dipindahkan dari Yerusalem ke Makkah
Foto: EPA-EFE/ASHRAF AMRA
Jamaah haji melakukan Tawaf Perpisahan di sekitar Kabah di Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi, 11 Juli 2022. Alasan Mengapa Kiblat Dipindahkan dari Yerusalem ke Makkah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdapat dua peristiwa penting dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW yang memiliki makna khusus sehubungan dengan Isra Mi'raj. Yakni perintah shalat dan perubahan kiblat dari Yerusalem ke Makkah.

Dilansir di About Islam, Sabtu (25/2/2023), Cendikiawan Muslim Prof Shahul Hamid mengatakan, ada kesepakatan umum di kalangan cendekiawan Muslim bahwa Perjalanan Malam Nabi pada Isra Mi'raj terjadi pada bulan Rajab, kemungkinan besar pada tanggal 27 bulan itu, sekitar setahun sebelum Hijriyah.

Baca Juga

Sedangkan perubahan kiblat terjadi pada pertengahan Sya’ban, sekitar enam belas bulan setelah hijrah. Umat ​​Islam percaya bahwa selama Mi'raj Nabi, Allah menetapkan shalat wajib lima waktu bagi orang beriman. Dan di tengah shalat berjamaah di Madinah, datanglah perintah Allah kepada Nabi tentang perubahan kiblat.

Allah berfirman dalam Surah Al Baqarah ayat 144, "Qad narā taqalluba waj-hika fis-samā`, fa lanuwalliyannaka qiblatan tarḍāhā fa walli waj-haka syaṭral-masjidil-ḥarām, wa ḥaiṡu mā kuntum fa wallụ wujụhakum syaṭrah, wa innallażīna ụtul-kitāba laya'lamụna annahul-ḥaqqu mir rabbihim, wa mallāhu bigāfilin 'ammā ya'malụn,".

Yang artinya, "Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan,".

Dijelaskan bahwa kata “bodoh” dalam konteks ini adalah mereka yang mengkritisi perubahan kiblat, tanpa pemahaman apapun. Sebelum mempertimbangkan arti dari perubahan kiblat, Prof Shahul mengajak kepada semua pihak untuk memahami pentingnya apa yang disebut kiblat bagi umat Islam.

Bagi umat Islam, tidak ada shalat harian yang dapat dilakukan dengan benar tanpa mengetahui kiblat. “Kiblah” berarti orientasi, atau rasa arah yang benar.

Pada awal setiap sholat, umat Islam menghadap diri dan wajah ke rumah Allah di Makkah. Dengan demikian secara spiritual menghubungkan diri mereka di sepanjang garis tak terlihat yang melewati setiap titik di bumi, ke pusat spiritual di Makkah. Apakah mereka berdoa sendirian, atau berjamaah, mereka melakukannya sebagai bagian dari komunitas Islam yang lebih besar.

Dengan demikian, lima kali sehari, setiap Muslim berjajar dengan Muslim lainnya yang membentuk lingkaran konsentris mengelilingi Ka’bah yang mengelilingi bumi.

"Bayangkan menonton pemandangan dari luar angkasa; dan kita mungkin melihat semua Muslim saat shalat seperti bunga besar seukuran bumi, membuka dan menutup jutaan kelopaknya. Masing-masing kelopak mewakili seorang Muslim di dalam shalat," ujarnya.

Dengan demikian, kata dia, kiblat (yang khas Islam) memiliki peran penting dalam menyatukan setiap bangsa, ras, dan suku di planet ini secara teratur lima kali sehari, sehingga menghubungkan mereka dengan pusat bersama di Makkah.

Umat ​​Islam percaya bahwa Nabi Muhammad tidak lagi dianggap sebagai nabi bagi suatu wilayah, ras, atau bangsa. Sebaliknya, beliau adalah nabi seluruh umat manusia; dan umat beriman akan menjadi bangsa tengah yang seimbang secara adil dengan Makkah sebagai pusatnya.

Yerusalem yang mewakili versi agama sebelumnya, bukan lagi kiblatnya. Makkah, yang mewakili patriark umat manusia Ibrahim dan semua anak-anaknya, harus diakui sebagai pusat agama Tuhan yang lengkap.

Artinya, menurut Prof Shahul, perubahan kiblat memiliki makna yang jauh lebih penting daripada yang dipahami kebanyakan orang saat itu. Menurut Alquran, Nabi Muhammad dan para pengikutnya disebut sebagai "umat terbaik" serta "masyarakat yang seimbang secara adil", yang pantas memimpin seluruh umat manusia ke jalan Tuhan.

Maka perubahan kiblat adalah pernyataan Tuhan tentang kesempurnaan agama pertama sebagai agama terakhir bagi umat manusia. Melalui dua peristiwa mistik dalam kehidupan utusan terakhir, Nabi Muhammad, Tuhan melengkapi dan menyempurnakan agama bagi umat manusia dan menyatakan Ka'bah di Makkah sebagai pusat dunia sekaligus sebagai pusat agama-Nya.

Dan mereka yang mengakui dan menerima ini tidak mungkin parokial atau etnosentris; mereka harus berada di atas ras, wilayah atau bangsa; mereka harus berada di pusat sebagai negara tengah yang seimbang secara adil yang berfungsi sebagai "saksi atas bangsa-bangsa" sebagai perwakilan sejati dari seluruh umat manusia.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement