REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Badan intelijen dalam negeri Inggris (MI5) dinilai gagal mencegah pengeboman bunuh diri, yang menewaskan 22 orang pada konser Ariana Grande 2017 di barat laut Inggris. MI5 tidak bertindak cukup cepat atas informasi penting.
Laporan penyelidikan Manchester Arena menyatakan pada Kamis (2/3/2023), seorang petugas MI5 mengakui bahwa mereka menganggap informasi tentang pelaku bom bunuh diri Salman Abedi. Sosok Abedi kemungkinan menjadi masalah keamanan nasional, tetapi badan intelijen tidak segera mendiskusikannya dengan pihak lainnya.
"Saya telah menemukan peluang yang terlewatkan secara signifikan untuk mengambil tindakan yang mungkin dapat mencegah serangan itu," kata Pensiunan hakim yang memimpin penyelidikan atas serangan Manchester Arena John Saunders.
Saunders mengatakan, jika MI5 bertindak berdasarkan intelijen yang diterimanya, itu bisa mengarah pada tindakan. Tindakan ini bisa termasuk berpotensi menghentikan Abedi di Bandara Manchester sekembalinya dari Libya empat hari sebelum serangan.
Dalam pernyataan televisi yang langka, Direktur Jenderal MI5 Ken McCallum mengatakan, sangat menyesal bahwa MI5 tidak mencegah serangan itu. “Mengumpulkan intelijen rahasia itu sulit, tetapi seandainya kami berhasil memanfaatkan peluang tipis yang kami miliki, mereka yang terkena dampak mungkin tidak akan mengalami kehilangan dan trauma yang mengerikan seperti itu,” katanya.
Abedi meledakkan bom ransel di serambi arena ketika konser berakhir pada 22 Mei 2017. Saat itu ribuan penggemar, termasuk anak-anak, meninggalkan pertunjukan bintang pop asal Amerika Serikat tersebut. Lebih dari 100 orang terluka dengan Abedi tewas dalam ledakan tersebut.
Saudara pelaku pengeboman Hashem Abedi dihukum pada 2020 karena membantu merencanakan dan melaksanakan serangan tersebut. Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Abedi telah menjadi subjek yang menarik bagi pejabat MI5 pada 2014. Namun, kasusnya ditutup segera setelah itu karena dia dianggap berisiko rendah.
Saunders juga mengatakan pihak berwenang gagal merujuk Abedi ke program kontraterorisme pemerintah yang dikenal sebagai Prevent. “Saya telah menyimpulkan bahwa setidaknya ada periode selama perjalanan Salman Abedi menuju ekstremisme kekerasan ketika dia seharusnya dirujuk,” katanya.
Ibu dari salah satu korban Caroline Curry mengatakan, tidak dapat memaafkan pejabat intelijen atas kegagalan itu. "Dari tingkat atas sampai bawah, MI5 hingga rekan penyerang, kami akan selalu percaya kalian semua berperan dalam pembunuhan anak-anak kami," kata ibu dari Liam Curry.
Laporan terbaru itu adalah yang ketiga dan terakhir dalam membahas serangan itu. Saunders sebelumnya mengkritik staf keamanan arena dan polisi setempat karena gagal mengidentifikasi Abedi sebagai ancaman. Dia juga mengecam keterlambatan dan kegagalan dalam menanggapi layanan darurat pada malam pengeboman.