Selasa 07 Mar 2023 17:42 WIB

Kurang Tidur Bisa Tingkatkan Risiko Obesitas, Simak Penjelasan Dokter

Seiring pertambahan usia, waktu tidur seseorang umumnya menjadi lebih pendek.

Kurang tidur (ilustrasi). Kurang tidur khususnya pada orang berusia produktif berhubungan dengan risiko timbulnya obesitas pada kemudian hari.
Foto: ww.freepik.com
Kurang tidur (ilustrasi). Kurang tidur khususnya pada orang berusia produktif berhubungan dengan risiko timbulnya obesitas pada kemudian hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar gizi klinik dr Eva Kurniawati mengingatkan, kurang tidur khususnya pada orang berusia produktif berhubungan dengan risiko timbulnya obesitas pada kemudian hari. Kurang tidur yang terjadi pada usia produktif dapat menimbulkan craving (hasrat yang kuat untuk makan).

"Nanti kalau craving timbul, excess kalorinya besar, nanti jadi obesitas," ujarnya yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDSGKI) itu dalam sebuah acara kesehatan di Jakarta, Selasa (7/3/2023).

Baca Juga

Eva mengatakan seiring pertambahan usia, waktu tidur seseorang umumnya menjadi lebih pendek. Walau begitu, dia menyarankan agar kualitasnya tetap terjaga.

Menurut Mayo Clinic, durasi tidur seorang dewasa minimal sekitar tujuh jam per malam. Mereka yang berusia 13 tahun hingga 18 tahun yang direkomendasikan delapan hingga 10 jam per 24 jam. Durasi ini lebih singkat ketimbang anak berusia enam hingga 12 tahun dan tiga hingga lima tahun yang masing-masing membutuhkan sembilan hingga 12 jam per 24 jam serta 10-13 jam per 24 jam (termasuk tidur siang).

Orang dewasa yang durasi tidurnya kurang dari tujuh jam setiap malam secara teratur dikaitkan dengan kesehatan yang buruk. Dampak tersebut tidak hanya penambahan berat badan dan memiliki indeks massa tubuh (IMT) 30 atau lebih tinggi, tetapi juga berhubungan dengan munculnya diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, dan depresi.

Menurut Kementerian Kesehatan, kriteria obesitas pada orang dewasa dapat dinilai berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) atau BMI di atas 27 dan mengukur lingkar perut untuk menunjukkan obesitas sentral. Pria dikatakan obesitas sentral bila memiliki lingkar perut lebih dari 90 sentimeter, sementara wanita di atas 80 sentimeter.

Eva menyarankan, orang-orang melakukan pemeriksaan lingkar perut secara berkala untuk mendeteksi obesitas sentral selain mengukur berat badan badan dan tinggi untuk menghitung IMT. "Syukur-syukur kalau ada cek komposisi tubuh, jadi bisa tahu fat (lemak) berapa persen, cek lingkar perut karena dengan obesitas sentral semua peningkatan risiko penyakit kronis," kata dia.

Pemeriksaan kesehatan berkala dan istirahat cukup menjadi bagian dalam perilaku hidup sehat CERDIK yang digaungkan Kementerian Kesehatan guna menjauhkan seseorang dari berbagai berbagai penyakit tidak menular. CERDIK merupakan singkatan dari cek kesehatan secara berkala, enyahkan asap rokok, rajin beraktivitas fisik, diet yang sehat dan seimbang, istirahat yang cukup, dan kelola stres.

"Rajin berolahraga kalau yang dari pradiabetes itu bisa mengurangi risiko untuk jadi diabetes 40 persen. Jadi harus konsisten rajin berolahraga," kata Eva.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement