REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Komet merupakan gabungan bola es, debu, dan bebatuan yang biasanya berasal dari cincin bahan es yang disebut awan Oort di tepi luar tata surya. Benda langit itu punya atmosfer gas tipis yang mengelilinginya, yang disebut koma, dengan lebih banyak es dan debu.
Saat mendekati matahari, komet meleleh, melepaskan aliran gas dan debu yang tertiup dari permukaannya oleh radiasi matahari. Ada pula plasma yang membentuk ekor berwarna keruh dan menghadap ke luar. Kurang dari selusin komet ditemukan setiap tahun oleh observatorium di seluruh dunia.
Komet bergerak menuju tata surya bagian dalam ketika berbagai gaya gravitasi mengeluarkannya dari awan Oort, dan akan lebih terlihat saat mendekati panas matahari.
Seperti dikutip dari laman Daily Mail, Kamis (9/3/2023), astronom mengungkapkan, komet bisa bersinar seterang Venus. Menariknya, ada sebuah komet yang tidak terlihat sejak manusia purba pertama kali meninggalkan Afrika 80 ribu tahun lalu sedang melakukan perjalanan kembali melintasi jalur langit Bumi. Tahun depan, para astronom memperkirakan komet itu bisa dilihat dari Bumi.
Secara resmi dikenal sebagai C/2023 A3 (Tsuchinshan-ATLAS), komet itu pertama kali didokumentasikan pada 22 Februari oleh empat teleskop di Afrika Selatan, Chile, dan Hawaii. Kala itu, komet diamati membumbung tinggi di antara Saturnus dan Jupiter.
Para astronom memperkirakan C/2023 A3 bisa 100 kali lebih terang dari komet hijau yang memukau dunia pada Februari silam.
Komet hijau, yang secara resmi dikenal sebagai C/2022 E3, melesat melewati Bumi untuk pertama kalinya sejak zaman Neanderthal 50 ribu tahun lalu. E3 awalnya diamati pada Maret 2022 oleh para astronom menggunakan kamera survei lapangan luas di Zwicky Transient Facility.
Terdiri dari es dan batu, dengan ekor debu yang mengikutinya, E3 diyakini telah melakukan perjalanan miliaran mil dari awan Oort. E3 adalah bola salju kosmik pertama yang terlihat dengan mata telanjang sejak komet NEOWISE, yang secara resmi dikenal sebagai C/2020 F3, pada Juli 2020.