Sabtu 11 Mar 2023 09:41 WIB

Pencabutan Perlindungan Bharada E Dinilai tak Tepat

Azmi memandang informasi dari Bharada E merupakan fakta dan sah.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa Richard Eliezer saat menjalani sidang vonis dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Richard Eliezer penjara selama 1 tahun 6 bulan atau lebih ringan dari tuntutan jaksa penunutut umum sebelumnya yakni penjara 12 tahun.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Richard Eliezer saat menjalani sidang vonis dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Richard Eliezer penjara selama 1 tahun 6 bulan atau lebih ringan dari tuntutan jaksa penunutut umum sebelumnya yakni penjara 12 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai sikap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berlebihan dengan pencabutan perlindungan fisik terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (E). Apalagi ia menuding hal ini disebabkan masalah internal LPSK sendiri. 

Azmi memandang LPSK cenderung tidak menjaga keseimbangan antara cara dan tujuan dari Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 

Baca Juga

"Sebab undang undang atau isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, nilai kemanusiaan atau melanggar pula prinsip prinsip kejujuran," kata Azmi dalam keterangannya, Sabtu (11/3). 

Azmi menegaskan sejatinya aturan hukum menolak hal yang bertentangan demi nilai martabat kemanusiaan, keadilan dan kejujuran. Ia meyakini inilah esensi yang disebut asas hukum dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi Dan Korban.

"Toh dalam hal ini bharada E menyampaikan fakta dan kebenaran di acara TV yang dimaksud, secara persidangan saja langsung dan terbuka untuk umum," ujar Azmi. 

Azmi meyakini apa yang disampaikan Bharada E adalah fakta yang sebenarnya terjadi dan berkesesuaian dengan hal terjadi. Ia merasa keterangan Bharada E harus didengarkan orang banyak. "Agar menjadi pelajaran bagi orang yang mendengar pengalaman atas kesaksiannya tersebut," ucap Azmi. 

Selain itu, Azmi memandang informasi dari Bharada E merupakan fakta dan sah. Menurutnya, informasi itu bukanlah hal yang harus rahasia. Apalagi proses persidangan terhadap Bharada E sudah selesai.

"Jadi pencabutan perlindungan bharada E oleh LPSK tidak tepat,  tidak ada alasan atau urgensinya pengambilan keputusan atau keberatan LPSK tersebut dengan berdalih bahwa bharada E  melanggar perjanjian dan berhubungan dengan pihak lain tanpa persetujuan. Ini alasan yang yang mengada -ada," ucap Azmi. 

Sebelumnya, LPSK memutuskan menyetop perlindungan terhadap Bharada E. LPSK tak terima lantaran Eliezer menerima sesi wawancara dengan televisi swasta ketika berada di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.

Eliezer dikenal sebagai terpidana kasus pembunuhan berencana atas Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J). Eliezer berstatus Justice Collaborator dalam perkara ini yang diajukan oleh LPSK dan disetujui Majelis Hakim. Saat ini, Eliezer menjalani masa hukuman di Rutan Bareskrim Polri. 

"Pada Kamis 9 Maret 2023 LPSK telah melaksanakan sidang Mahkamah Pimpinan LPSK dengan keputusan menghentikan perlindungan kepada saudara RE," kata Tenaga Ahli LPSK, Syahrial Martanto dalam konferensi pers, Jumat (10/3).

LPSK keberatan dengan tayangan wawancara tersebut karena mengeklaim tak ada pengajuan permohonan ke LPSK. LPSK lantas meminta pihak stasiun televisi jangan menyiarkan wawancara itu.

Belakangan, tayangan itu tetap mengudara. Alhasil, LPSK mengambil sikap menyetop perlindungan Eliezer. Hanya saja, LPSK menjamin hak Eliezer sebagai JC tak berkurang.

"Nah penghentian perlindungan tidak kurangi hak narapidana Eliezer sebagai JC. Penghentian perlindungan akan disampaikan tertulis ke Eliezer, Kemenkumham, Ditjen Lapas, Bareskrim, pengacara Eliezer," ucap Syarial.

LPSK menyebut mulanya ada lima jenis perlindungan yang didapat Bharada E. Tapi kini perlindungan berupa perlindungan fisik seperti berbentuk pengawalan melekat di rumah tahanan sudah resmi dicabut LPSK. Adapun pemenuhan hak prosedural, pemenuhan hak JC, perlindungan hukum dan bantuan psikososial masih didapat oleh Eliezer.

Diketahui, Ferdy Sambo dkk divonis bersalah dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Rinciannya : Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup, divonis hukuman mati; Putri Candrawathi dituntut 8 tahun penjara, divonis 20 tahun penjara; Kuat Ma'ruf dituntut 8 tahun penjara, divonis 15 tahun penjara; Bripka Ricky Rizal dituntut 8 tahun penjara, divonis 13 tahun penjara; Bharada Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara, divonis 1,5 tahun penjara (tidak mengajukan banding). 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement