Sabtu 11 Mar 2023 18:17 WIB

Arab Saudi dan Iran Sepakat Kembali Berdamai, Politisi Israel Salahkan Netanyahu

Oposisi Israel menuding pemerintahan Netanyahu gagal dekati Arab Saudi

Rep: Amri Amrullah / Red: Nashih Nashrullah
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.  Politisi Israel Sibuk Salahkan Netanyahu atas Perdamaian Saudi dan Iran
Foto: EPA-EFE/ABIR SULTAN
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Politisi Israel Sibuk Salahkan Netanyahu atas Perdamaian Saudi dan Iran

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Lawan politik Perdana Menteri (PM) Israel Benyamin Netanyahu menyalahkan pemerintahan Israel saat ini terkait kesepakatan damai Saudi Arabia dan Iran. Menurut lawan politik Netanyahu, pemulihan hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Iran merupakan kegagalan kebijakan luar negeri Benjamin Netanyahu.

Mereka mengatakan Netanyahu terlalu sibuk dengan upaya perubahan sistem peradilan, sehingga mengabaikan kebijakan luar negerinya. 

Baca Juga

Padahal perubahan sistem peradilan Israel yang diupayakan Netanyahu telah memecah belah warga Israel dan membawa puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan, menentang apa yang mereka lihat sebagai ancaman terhadap demokrasi.

"Ini adalah kegagalan total dan berbahaya kebijakan luar negeri pemerintah Israel,” kata pemimpin oposisi Yair Lapid di Twitter.

Padahal, tiga tahun lalu, kebijakan luar negeri Israel telah membawa kemenangan. 

Dimana dia memuji era baru dalam hubungan antara Israel dan dunia Arab, yang sebagian besar memandang Israel sebagai penolong, ketika Israel dan Uni Emirat Arab setuju untuk menormalisasi hubungan.

Di bawah Abraham Accords yang ditengahi Amerika Serikat, kesepakatan serupa dicapai dengan Bahrain, dan kemudian Maroko. 

Sejak dimulainya proses itu, Netanyahu tidak pernah menyembunyikan tujuan utamanya, untuk membawa kekuatan utama Muslim Sunni dunia, Arab Saudi, ikut beraliansi melawan musuh Israel, Iran.

Namun pada akhirnya, Riyadh dan saingan regionalnya, Iran, pada Jumat (10/3/2023) mengatakan mereka telah setuju untuk memulihkan hubungan dan membuka kembali misi diplomatik secara mengejutkan, dengan ditengahi China.

Sampai saat ini kementerian luar negeri Israel tidak memberikan komentar, terkait berdamainya Saudi dan Iran ini. 

Tetapi beberapa tokoh oposisi Israel memandang pemulihan hubungan Riyadh-Teheran sebagai kegagalan Netanyahu, perdana menteri terlama di negara itu.

Netanyahu kembali berkuasa pada Desember lalu, dalam koalisi dengan Yahudi ultra-Ortodoks dan sekutu ekstrem kanan. 

“Ini adalah runtuhnya tembok pertahanan regional yang mulai kami bangun untuk melawan Iran,” lanjut Lapid.

“Inilah yang terjadi ketika Anda sibuk sepanjang hari dengan proyek hukum yang gila, alih-alih fokus menangani Iran.”

Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah

Menteri Kehakiman Yariv Levin, ditunjuk untuk kabinet baru Netanyahu pada Desember, mengumumkan langkah-langkah yang akan memberi bobot lebih kepada pemerintah dalam komite yang memilih hakim, dan akan menyangkal hak Mahkamah Agung untuk membatalkan amandemen kuasi-konstitusi Israel.

Netanyahu memilih kembali untuk memimpin pemerintahan Israel. Selama masa rekornya sebagai perdana menteri, Netanyahu adalah lawan kuat untuk mengurangi tekanan terhadap Iran.

Sementara itu mantan perdana menteri sayap kanan Naftali Bennett menyebut perjanjian Iran-Saudi sebagai kemenangan politik bagi Iran, pukulan fatal bagi upaya membangun koalisi regional untuk melawannya. "Ini kegagalan luar biasa dari pemerintah Netanyahu," katanya.   

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement