Jumat 17 Mar 2023 20:26 WIB

Komnas HAM Ungkap Alasan Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Pantas Dihukum Berat

Para terdakwa dinilai memenuhi aspek kesalahan yang sebabkan hilangnya banyak nyawa.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya membawa poster dan spanduk saat melakukan aksi kamisan di depan gedung DPRD, Malang, Jawa Timur, Kamis (16/3/2023). Dalam aksi kamisan tersebut mereka memprotes vonis pengadilan yang dijatuhkan kepada para terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan dinilai tidak adil dan penuh rekayasa.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya membawa poster dan spanduk saat melakukan aksi kamisan di depan gedung DPRD, Malang, Jawa Timur, Kamis (16/3/2023). Dalam aksi kamisan tersebut mereka memprotes vonis pengadilan yang dijatuhkan kepada para terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan dinilai tidak adil dan penuh rekayasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai para terdakwa di kasus Tragedi Kanjuruhan patut dihukum berat. Pasalnya, mereka memenuhi aspek kesalahan yang menyebabkan hilangnya nyawa banyak orang.

Komnas HAM mengingatkan sejumlah fakta peristiwa menunjukkan bagaimana peran para terdakwa dalam pengendalian massa. Mereka pun dinilai berperan dalam penembakan gas air mata yang membuat pertandingan sepak bola di Kanjuruhan menjadi tragedi.

Baca Juga

"Yang menyebabkan kepanikan penonton yang berujung 135 orang meninggal dunia," kata Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya pada Jumat (17/3/2023).

Komnas HAM memerinci sejumlah fakta yang mendukung argumentasi tersebut. Pertama, adanya situasi lapangan stadion yang bisa dikendalikan dan dikuasai hingga pukul 22:08:56 WIB. Namun aparat memilih untuk mengeluarkan tembakan gas air mata.

"Kedua, penembakan gas air mata yang dilakukan secara beruntun dalam jumlah banyak dan tidak ada upaya untuk menahan diri dengan menghentikan tembakan meskipun para penonton sebagian besar sudah keluar dari lapangan karena panik," ujar Uli.

Komnas HAM juga menyebut penembakan gas air mata tidak hanya sekadar menghalau penonton dari lapangan. Tetapi, tembakan turut diarahkan untuk mengejar penonton dan ditembakkan ke arah tribun penonton, terutama pada tribun 13.

"Sehingga menambahkan kepanikan penonton dan membuat arus berdesakan untuk keluar stadion dari berbagai pintu dengan mata perih, kulit panas, dan dada terasa sesak," ujar Uli.

Oleh karena itu, Komnas HAM meyakini ketiga terdakwa dari unsur polisi mempunyai kapasitas untuk mencegah penembakan gas air mata, menghentikan penembakan yang sudah terjadi, serta mengendalikan lapangan dan para personel keamanan. Hanya saja, ketiganya hanya divonis pidana sebanyak 1 tahun 6 bulan, dan dua orang lainnya diputus bebas.

"(Ketiganya) agar tidak melakukan tindakan yang berlebihan, namun hal tersebut tidak dilakukan," ucap Uli.

Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya telah memutus perkara terhadap 3 orang terdakwa tragedi Kanjuruhan pada 16 Maret. Masing-masing terdakwa mendapat hukuman yang berbeda, bahkan ada yang divonis bebas. AKP Hasdarmawan divonis penjara selama 1 tahun 6 bulan dari tuntutan jaksa sebelumnya 3 tahun. Sementara itu untuk AKP Bambang Sidik (Kasat Samapta) dan Kompol Wahyu (Kabag Ops Polres Malang) justru divonis bebas dari tunutan Jaksa sebelumnya yaitu juga selama 3 tahun.

Sedangkan pada 9 Maret lalu, Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis petugas keamanan stadion satu tahun penjara, sementara ketua panitia pertandingan divonis 1,5 tahun. Di pengadilan militer pada 7 Februari, seorang anggota TNI dijatuhi hukuman empat bulan penjara karena menyerang dua penonton sepak bola saat tragedi Kanjuruhan. 

 

photo
Enam Tersangka Tragedi Kanjuruhan - (infografis republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement