REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu lalu Menteri Tenaga Kerja,Ida Fauziah, menerbitkan Permenaker No. 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Pada Karya Tertentu Berorientasi Ekspor. Dengan Permenaker baru ini, upah buruh di 5 industri padat karya berorientasi ekspor dimungkinkan dipotong hingga 25 persen.
Dimintai pendapatnya mengenai kebijakan ini, Presiden Konfederasi Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin, mengatakan bahwa kebijakan tersebut adalah bentuk kedzaliman terhadap buruh.
"Konfederasi Sarbumusi sangat menyayangkan dikeluarkannya kebijakan aneh tersebut. Meskipun ada klausul atas persetujuan buruh, tetapi dalam banyak hal buruh tidak dalam posisi yang setara dalam bernegosiasi dengan pengusaha. Makanya, negara perlu hadir dalam bentuk kebijakan yang protektif terhadap buruh. Bukan malah sebaliknya," tandas Irham.
Dimintai pendapatnya mengenai alasan dikeluarkannya kebijakan tersebut karena situasi ekonomi global, Irham menambahkan "Ekonomi global memang sedang lesu, tapi ini kan bukan hanya single factor, banyak contributing factors lainnya, termasuk kesalahan kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya di masa lalu."
Di antara kebijakan yang menurut Sarbumusi bermasalah itu, misalnya, lambatnya upaya pemerintah dan pengusaha untuk investasi teknologi di dunia kerja. Buruh selalu dituduh sebagai biang kerok produktivitas kita yang tidak kompetitif. Padahal produktivitas tidak melulu pada skill buruh, tetapi juga kompatibilitas alat produksi yang lambat atas perkembangan modernisasi teknologi industri.
Sarbumusi juga menyoroti kebijkan lainnya yang salah di masa lalu, "Atau lihat saja kebijakan thrifting kita beberapa waktu lalu yang dengan mudahnya mendatangkan barang bekas dari luar negeri. Sampah pun kita impor, dan akhirnya sekarang blunder, mematikan industri padat karya yang sebenarnya sangat potensial di Indonesia."
Sosok yang pernah lama bekerja di International Labour Organization (ILO) meminta pemerintah untuk segera mencabut Permenaker tersebut. "Permenaker ini sekali lagi dzalim terhadap buruh dan harus dicabut. Jangan karena inkompetensi pemerintah di satu hal, jug ketidakmampuan pengusaha untuk kompetitif, lantas menjadi alasan untuk mencekik buruh."
Pimpinan serikat buruh yang berafiliasi ke Nahdlatul Ulama (NU) ini juga menyoroti mengenai momentum dikeleuarkannya Permenaker yang salah. "Bayangkan saja. Aturan ini dikeluarkan menjelang puasa. Di saat hampir semua harg kebutuhan pokok naik. Sebulan lagi juga lebaran. Hampir dipastikan setiap lebaran kebutuhan semua orang akan naik 2 sampai 3 kali lipat. Pemerintah mestinya hadir dan berempati terhadap situasi buruh yang masih sakit ekonomi karena pandemi dan dikelarkannya Ciptaker, bukan malah sebaliknya, membuat buruh semakin tersudutkan secara ekonomi. Jangan dzalim terhadap buruh. Buruh itu mata rantai penting dari mesin ekonomi sebuah bangsa," tutup Irham.