REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit Tuberkulosis (TB) dapat menyerang orang-orang pada segala usia. Tidak terkecuali anak-anak. Karena itu, kalangan orang tua perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap munculnya gejala-gejala TB pada diri buah hati mereka.
Menurut dosen Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) apt Arini Syarifah MSi, risiko TB pada anak-anak patut diwaspadai. Sebab, mereka memiliki kekebalan yang belum sebaik orang dewasa.
"Risiko TB pada anak bahkan lebih tinggi, mengingat daya tahan tubuh mereka yang masih lemah. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa infeksi (TB) dapat memengaruhi organ lain, tidak hanya paru-paru, seperti ginjal, tulang belakang atau otak," ujar Arini Syarifah kepada Republika, Sabtu (25/3/2023).
Mengutip laman resmi Kementerian Kesehatan RI, TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Biasanya, infeksi akibat bakteri itu terjadi di paru-paru.
Gejala umum TB pada anak adalah batuk persisten, menurunnya berat badan atau gagal tumbuh, serta timbulnya demam yang lama dan lesu. Bila seorang anak mengalami gejala-gejala tersebut selama lebih dari dua pekan, orang tuanya perlu memeriksakan ananda ke dokter.
Arini mengatakan, penanganan TB pada anak terdiri atas aspek pencegahan dan pemberian terapi. Untuk pencegahan, orang tua dapat memberikan pada buah hatinya vaksin BCG segera setelah lahir atau sebelum anaknya berumur satu bulan.
"Pemberian terapi TB pada anak didasarkan pada tes Bakteri Tahan Asam (BTA). Ini adalah prosedur untuk mendeteksi (ada atau tidaknya) bakteri penyebab TB," kata ibu satu orang anak itu.
Bila anak dengan gejala-gejala tersebut telah dites BTA dan menunjukkan hasil negatif, terapi selanjutnya bisa dilakukan. Misalnya, lanjut Arini, dengan menggunakan obat kombinasi Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid pada fase inisial (dua bulan pertama).
Penanganan itu dilanjutkan dengan terapi Rifampisin dan Isoniazid pada empat bulan fase lanjutan.
"Apabila BTA positif, terapi TB pada anak bisa dengan menggunakan obat kombinasi Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol pada fase inisial (dua bulan pertama). Itu dilanjutkan dengan terapi Rifampisin dan Isoniazid pada empat bulan fase lanjutan," jelas akademisi UMP tersebut.
Hari TB sedunia
Tanggal 24 Maret ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia. Momentum itu diambil untuk meningkatkan kesadaran masyarakat global dan sekaligus bersolidaritas demi memberikan dukungan dalam proses pemulihan dari penyakit ini. Di Indonesia, TB sayangnya masih menjadi epidemi hingga sekarang.
Pemerintah RI melalui Kementerian Kesehatan (Kemenke) terus menggalakkan kampanye pencegahan TB. Begitu pula dengan peningkatan kualitas layanan kesehatan untuk mengobati pasien TB.
Terlebih lagi dengan adanya beleid, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021 terkait Penanggulangan TBC di Indonesia. Menurut Ketua Tim Kerja TBC Kemenkes Tiffany Tiara Pakasi dalam seminar daring, Rabu (11/1/2023) lalu, aturan tersebut menekankan antara lain pentingnya kolaborasi untuk hadapi epidemi TB di Tanah Air.
Tiffany menuturkan bahwa dalam Perpres sudah dijelaskan jika masyarakat diharapkan dapat turut berperan serta menanggulangi TBC, berdasarkan prinsip kemitraan.
Perpres Nomor 67 Tahun 2021 tersebut memuatperan serta masyarakat seperti menyelenggarakan kegiatan penanggulangan TBC untuk mendukung upaya yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah, khususnya yang bersifat promotif, preventif, dan rehabilitatif.