REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Perdana Menteri sementara Lebanon Najib Mikati membalikkan keputusan tidak populer yang dibuat oleh kantornya. Sebelumnya kantor perdana menteri menunda dimulainya waktu musim panas selama sebulan.
Mikati mengatakan pada Senin (27/3/2023), bahwa Kabinet memutuskan untuk menerapkan perubahan dalam dua hari. “Waktu musim panas yang baru akan dimulai pada Rabu tengah malam,” kata Mikati usai rapat Kabinet yang hanya membahas masalah tersebut.
Komentar Najib Mikati muncul setelah keputusan awal pemerintah dikritik secara luas di seluruh negeri. Banyak orang, termasuk gereja terbesar di negara itu, mengatakan mereka tidak akan mematuhi keputusan pemerintah.
Beberapa institusi menerapkan perubahan sementara yang lain menolak. Banyak orang Lebanon menemukan diri mereka dalam posisi menyulap jadwal kerja dan sekolah di zona waktu yang berbeda padahal hanya berjarak 88 kilometer pada titik terlebarnya.
Pekan lalu, pemerintah mengatakan akan menunda dimulainya waktu musim panas selama satu bulan hingga akhir Ramadhan. Hal itu menyebabkan kebingungan massal di negara yang telah mengalami krisis ekonomi dan keuangan terburuk dalam sejarah modernnya.
Dalam beberapa kasus, perdebatan bersifat sektarian, dengan banyak politisi dan institusi Kristen, termasuk gereja terbesar di negara kecil itu, Gereja Maronit, menolak langkah tersebut. Negara kecil Mediterania itu biasanya memajukan jamnya satu jam pada hari Ahad terakhir pada Maret, yang sejalan dengan sebagian besar negara Eropa. Namun, pada pekan lalu, pemerintah mengumumkan keputusan Mikati untuk mendorong dimulainya penghematan waktu siang hari hingga 21 April.