Selasa 28 Mar 2023 16:13 WIB

Pembakaran Alquran Kembali Terjadi, Cara Rasulullah Menanggapi Penodaan Agama

Rasulullah SAW memberi contoh dalam menanggapi penodaan agama

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
 Pembakaran Alquran Kembali Terjadi, Cara Rasulullah Menanggapi Penodaan Agama. Foto:  Kasus-kasus penodaan agama Islam
Foto: republika
Pembakaran Alquran Kembali Terjadi, Cara Rasulullah Menanggapi Penodaan Agama. Foto: Kasus-kasus penodaan agama Islam

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Aksi pembakaran salinan ayat suci Alquran kembali muncul di Eropa, Jumat (24/3/2023) lalu. Sebelumnya, aksi yang sama pernah dilakukan di benua yang sama pada Januari lalu.

Perilaku penistaan atau penodaan agama Islam ini sejatinya bukan lah hal yang baru. Para Nabi dan Rasul, sepanjang perjalanan hidupnya mengenalkan agama Allah SWT, telah berulang kali mengalami hal serupa. Lantas, bagaimana Rasulullah SAW menghadapi hal ini?

Baca Juga

Tidak ada dalam Alquran atau ajaran otentik Nabi Muhammad SAW yang membenarkan pemberian sanksi atau melegitimasi pembunuhan orang, karena menentang, mengkritik, menghina atau menunjukkan ketidaksopanan terhadap tokoh suci, artefak agama, adat istiadat, maupun keyakinan Islam.

Sebaliknya, tanggapan yang ditulis dalam Alquran terhadap penistaan agama ini selalu berputar pada "tidak menanggapinya dan berpaling" dan "berpegang pada pengampunan". Beberapa contoh dari ayat Alquran tentang tanggapan Nabi Muhammad SAW atas penistaan dan penghinaan antara lain:

"Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat)." (QS Al Hijr ayat 97-98)

"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh." (QS Al A'raf ayat 199)

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS Al An'am ayat 108)

"Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf." (QS Asy-Syura ayat 36-37)

Faysal Burhan, dalam artikelnya di About Islam, menyebut jika penghujatan dapat dihukum mati dalam Islam, maka Nabi SAW akan menjadi orang pertama yang memerintahkan pembunuhan ratusan musuhnya, yang kemudian menjadi sahabat terdekatnya.

Hanya ada segelintir kecil orang Arab sebelumnya yang menerima Nabi Muhammad SAW. Sisanya, kebanyakan orang Makkah, malah menentang, mempermalukan, mengutuk, menghujat, atau bahkan mencoba membunuhnya.

"Rasulullah SAW lebih suka mempraktikkan pengampunan, mencari belas kasihan ilahi bagi mereka. Bahkan setelah terluka parah di Taif, Nabi menolak membalas dendam," kata dia.

Bahkan, seorang wanita tua yang biasa membuang sampah pada Nabi SAW dikunjungi oleh beliau, ketika dia tidak melihatnya melakukan kebiasaannya. Setelah dicari tahu, ternyata wanita ini tengah dalam kondisi tidak sehat.

Kisah lain datang melalui Suhail bin Amr, seorang penyair yang menulis puisi yang menghujat Nabi. Ia dibawa sebagai tawanan perang setelah perang Badar, tetapi Nabi SAW meminta para sahabat untuk menunjukkan kebaikan kepadanya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Sahabat meminta kepada Rasulullah agar mendoakan binasa orang-orang musyrik. Lantas Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya aku diutus tidak untuk siksa, sesungguhnya aku diutus untuk rahmat.” (HR Imam Muslim)

Tidak hanya itu, dari Abu Hurairah disampaikan, At-Thufail bin 'Amr pernah mendatangi Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah! Suku Daus telah mendurhakai (Allah dan Rasul-Nya) dan menolak (memeluk Islam), oleh karena itu, mohon murka Allah bagi mereka.”

Banyak orang yang mengira Nabi Muhamamd akan berdoa dan berharap mendatangkan murka Allah untuk mereka. Namun, Rasul berkata, "Ya Allah! Bimbing suku Daus dan biarkan mereka mendatangi kami." (HR Bukhori)

Burhan menyebut masih ada beberapa contoh lain yang membuktikan bahwa Nabi tidak pernah melakukan kekerasan terhadap orang-orang yang menunjukkan rasa tidak hormat kepadanya atau Allah Yang Maha Kuasa.

"Kekerasan terhadap siapa pun yang mengkritik Islam, Allah Yang Maha Kuasa, atau Nabi Muhammad tidak dapat diterima. Hal ini karena telah jelas contoh yang ditetapkan oleh ajaran ilahi," ucap dia.

Ia menyebut hukuman terhadap apa yang disebut penistaan adalah tusukan di hati Islam dan penghinaan terhadap Nabi SAW, oleh orang-orang yang mengaku sebagai pengikutnya. Mereka yang mendukung pembunuhan terhadap orang yang dituduh melakukan penistaan adalah musuh Islam, karena mereka tidak memahami Islam dan tidak menghormati Nabi. Tidak peduli siapa mereka, Quran dan ajaran Nabi menantang ide seperti ini.  

Sumber:

https://aboutislam.net/reading-islam/about-muhammad/prophet-muhammad-attacked-makkah/

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement