REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) bekerja keras mengadang pengaruh China di lembaga-lembaga internasional dan terhadap negara berkembang melalui utang. Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengungkapkan hal ini, Rabu (29/3/2023) waktu setempat.
Yellen menyampaikan tekadnya saat rapat dengar pendapat dengan subkomite State, Foreign Operations, and Related Programs di House of Representative. Ia mengaku AS memantau sejumlah aktivitas global China, khususnya ke negara berkembang.
‘’Saya sangat menaruh perhatian atas sejumlah langkah China merangkul negara dan membuat mereka terperangkap utang bukan mendorong pembangunan ekonomi,’’ ungkapnya.
China mengeluarkan dana talangan (bail out) 240 miliar dolar AS untuk 22 negara berkembang yang ikut belt and road initiative (BRI). Program ini terkait pembangunan infrastruktur yang ditawarkan China ke sejumlah negara.
Menurut laporan hasil studi yang dipublikasikan Selasa (28/3/2023) dana sebesar ini dikeluarkan antara 2008 dan 2021. Laporan tersebut disusun peneliti dari Bank Dunia, Harvard Kennedy School, AidData, dan Kiel Institute for the World Economy.
Talangan yang dikeluarkan China semakin membengkak dalam beberapa tahun terakhir. Hampir 80 persennya untuk menyelamatkan pinjaman antara 2016 dan 2021 terutama negara berpendapatan menengah di antaranya Argentina, Mongolia, dan Pakistan.
Negara-negara berkembang tersebut juga berjuang melunasi utang yang dibelanjakan untuk membangun membangun infrastruktur BRI. Pemerintah China melawan kritik terhadap pemberian utang kepada negara-negara berkembang.
China menegaskan, investasi luar negeri dilakukan dengan prinsip keterbukaan dan transparansi.