REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI -- Selama bertahun-tahun, dokumen dan pernyataan resmi menggambarkan status kebijakan keamanan dan pertahanan Finlandia sebagai "negara yang tidak termasuk dalam aliansi militer mana pun". Namun status tersebut tidak benar-benar menempatkan negara itu di luar jangkauan kerja sama militer.
Menurut laporan BBC, netralitas Finlandia muncul sebagai syarat perdamaian yang diberlakukan oleh Uni Soviet dalam "perjanjian persahabatan" pada 1948. Perjanjian itu dipandang sebagai cara pragmatis untuk bertahan dan mempertahankan kemerdekaan negara. Sejarawan Henrik Meinander menyatakan, netralitas militer Finlandia ini berkaitan dengan eksistensi.
Negara ini pun meninggalkan kenetralannya setelah Uni Soviet runtuh. Finlandia dinilai tidak benar-benar netral atau nonblok militer karena menjadi anggota Uni Eropa (UE). Menurut Finnish Institute of International Affairs (FIIA), negara itu memiliki tanggung jawab internasional, seperti klausul bantuan timbal balik dari Perjanjian Lisbon. Hal ini tidak sesuai dengan ide non-blok militer.
Kebijakan keamanan dan pertahanan Finlandia telah berubah secara substansial selama beberapa tahun terakhir, meskipun gambaran resminya tetap utuh. Finlandia menjadi mitra resmi aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pada 1994 dan sejak itu menjadi kontributor utama aliansi tersebut. Mereka telah mengambil bagian dalam beberapa misi NATO sejak akhir Perang Dingin.
Bersama Swedia, Finlandia untuk pertama kalinya akan mendapat jaminan keamanan dari negara-negara nuklir berdasarkan Pasal 5 NATO. Dalam pasal ini memuat serangan terhadap satu negara anggota sebagai serangan terhadap semua.
Meinander mengatakan, Finlandia siap secara mental untuk menjadi anggota, mengikuti serangkaian langkah kecil menuju keanggotaan NATO sejak jatuhnya Uni Soviet. Misalnya saja pada 1992, Helsinki membeli 64 pesawat tempur Amerika Serikat. Tiga tahun kemudian, bergabung dengan Uni Eropa bersama Swedia.
Sejak saat itu, setiap pemerintahan baru Finlandia telah meninjau opsi bergabung dengan NATO. Terlebih lagi, Finlandia yang populasinya 5,5 juta memiliki kekuatan 280 ribu tentara dan total 900 ribu pasukan cadangan.
Puncak dari keterlibatan tidak langsung ini pecah saat Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022. Bagi banyak orang Finlandia, peristiwa di Ukraina membawa kenangan buruk. Uni Soviet menginvasi Finlandia pada akhir 1939. Selama lebih dari tiga bulan tentara Finlandia melakukan perlawanan sengit, meskipun kalah jumlah. Mereka menghindari pendudukan, tetapi akhirnya kehilangan 10 persen wilayahnya.
Bayang-bayang ini membuat Finlandia bersama Swedia mendaftar secara resmi untuk bergabung dengan NATO pada 18 Mei 2022. Setelah proses ratifikasi oleh 30 anggota aliansi lainnya, Helsinki akhirnya secara resmi menjadi anggota NATO ke-31 pada Selasa (4/4/2023).