Selasa 04 Apr 2023 20:17 WIB

Menpora Dito Ariotedjo Tegaskan Politik dan Olahraga tak Bisa Dicampuradukkan

Menurut Menpora, dengan diplomasi dan koordinasi semua bisa dijalani.

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo memberikan sambutan saat acara serah terima jabatan (sertijab) menpora di Gedung Kemenpora, Jakarta, Selasa (4/4/2023). Dito Ariotedjo resmi menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga dan menjadi menteri termuda saat ini di Kabinet Presiden Jokowi.
Foto: Republika/Prayogi.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo memberikan sambutan saat acara serah terima jabatan (sertijab) menpora di Gedung Kemenpora, Jakarta, Selasa (4/4/2023). Dito Ariotedjo resmi menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga dan menjadi menteri termuda saat ini di Kabinet Presiden Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI Dito Ariotedjo menegaskan politik dan olahraga tak bisa dicampuradukkan. Pernyataan itu mengacu pada keputusan FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 serta sejumlah persoalan terkait keikutsertaan timnas Israel di beberapa kompetisi olahraga dunia yang diselenggarakan di Indonesia.

"Saya sepakat dengan Pak Presiden (Joko Widodo) bahwa politik dan olahraga tidak bisa dicampuradukkan," kata Dito saat ditemui usai Sertijab Menpora di Jakarta, Selasa (4/4/2023).

Baca Juga

Namun, Menpora berpendapat bahwa diplomasi dan komunikasi yang baik dapat menjadi upaya awal agar Indonesia tetap bisa menjadi tuan rumah ajang olahraga bergengsi tahun ini.

"Berkaca pada pengalaman Piala Dunia U-20, saya sebagai Menpora akan mengedepankan komunikasi, (upaya) kolaboratif, dan saya akan menghubungkan seluruh stakeholder agar perbedaan itu ada titik temunya," ujar Dito menjelskan. "Jadi saya rasa dengan diplomasi dan juga koordinasi semua bisa dijalani."

Sependapat, Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI/NOC Indonesia) Raja Sapta Oktohari mengatakan, olahraga harus dibebaskan dari politik dan kepentingan di dalamnya.

"Olahraga itu harus dibebaskan dari politik. Saya sebagai Presiden Komite Olimpiade Indonesia, penjaga Olympic Charter, menjunjung asas Olimpiade yang harus bebas dari diskriminasi," kata Okto. "Indonesia adalah negara besar, terlalu besar untuk mengucilkan dan dikucilkan. Jadi kita harus betul-betul cerdas dalam mengambil keputusan dan sikap, dan Indonesia tidak bisa dipisahkan dari bagian tata kelola olahraga dunia."

Lebih lanjut, Okto mengatakan, semua federasi olahraga dunia termasuk Komite Olimpiade Internasional (IOC) memiliki perhatian yang besar kepada Indonesia. Sehingga, sikap dan keputusan Indonesia sebagai tuan rumah kompetisi olahraga dunia atas negara tertentu pun harus dipikirkan dengan matang. "Kita harus mencari solusi, bukan masalah. Baik IOC, ANOC, FIFA, semuanya sayang dengan Indonesia, kita sama-sama memikirkan way out dan jalan terbaiknya," kata Okto.

Saat disinggung terkait solusi untuk mencegah terulangnya kejadian Piala Dunia U-20 Indonesia, Okto mengatakan sebaiknya semua pihak yang terlibat tetap berada di dalam koridor olahraga.

"Tetap di koridor olahraga, karena masuk ke koridor politik itu imbasnya bisa ke mana-mana. Fokus dengan olahraganya. Prestasi olahraga kita masih belum bagus dan tantangannya masih banyak. Kita juga sedang berjuang naik ke atas dan Indonesia punya cita-cita menjadi tuan rumah Olimpiade," kata Okto menegaskan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement