Rabu 05 Apr 2023 06:05 WIB

Setelah Damaikan Saudi-Iran, Cina Janji Bantu Atasi Krisis Ukraina

Cina mengusulkan Prakarsa Keamanan Global (GSI) untuk mengakhiri krisis Ukraina.

Seorang prajurit Ukraina membawa rekannya yang terluka yang dievakuasi dari medan perang ke sebuah rumah sakit di wilayah Donetsk, Ukraina, Senin, 9 Januari 2023.
Foto: AP Photo/Evgeniy Maloletka
Seorang prajurit Ukraina membawa rekannya yang terluka yang dievakuasi dari medan perang ke sebuah rumah sakit di wilayah Donetsk, Ukraina, Senin, 9 Januari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina akan selalu mendukung perdamaian dan dialog untuk mengakhiri krisis Ukraina melalui Prakarsa Keamanan Global (GSI) yang menekankan konsep keamanan komprehensif dan berkelanjutan.

"Baru-baru ini Arab Saudi dan Iran berhasil melakukan dialog di Beijing untuk memulihkan hubungan bilateral. Ini sebuah kemenangan untuk perdamaian yang tidak hanya mengampanyekan GSI, melainkan juga tindakan nyata kemanusiaan untuk masa depan bersama," kata Asisten Menteri Luar Negeri China Hua Chunying di Beijing, Selasa (4/4/2023).

Baca Juga

Menurut dia, GSI yang diusulkan Cina lebih mendorong langkah perdamaian daripada konfrontasi. "Untuk mencapai perdamaian berkelanjutan dan keamananumum, beberapa negara seharusnya menghormati kedaulatan dan integritas wilayah, bukan saling mencampuri urusan dalam negerinya masing-masing," kata diplomat perempuan itu.

Ia menyeru semua negara agar bersama-sama menjaga keadilan dan menolak hegemoni yang dikendalikan kekuatan politis serta menyelesaikan sengketa melalui dialog dan konsultasi. Berkaitan dengan konflik Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung satu tahun, Cina telah mengeluarkan dokumen berjudul 'Posisi Cina pada Penyelesaian Politis terhadap Krisis Ukraina'.

Dalam dokumen tersebut, jelas Hua, Cina menyerukan gencatan senjata dan mendorong pembicaraan damai serta menghentikan sanksi unilateral. "Dokumen tersebut juga mendorong semua negara menghormati kedaulatan negara masing-masing dan menentang penggunaan senjata nuklir," kata Hua.

Sementara itu, kunjungan Presiden Komisi Eropa Ursula Von der Leyen ke Cina atas undangan Presiden Xi Jinping pada 5-7 April bakal membicarakan krisis Ukraina. "Kami siap berdialog dan bertukar pikiran dengan pihak Uni Eropa terkait penyelesaian politis atas krisis Ukraina," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning di Beijing, Selasa.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement