REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina akan selalu mendukung perdamaian dan dialog untuk mengakhiri krisis Ukraina melalui Prakarsa Keamanan Global (GSI) yang menekankan konsep keamanan komprehensif dan berkelanjutan.
"Baru-baru ini Arab Saudi dan Iran berhasil melakukan dialog di Beijing untuk memulihkan hubungan bilateral. Ini sebuah kemenangan untuk perdamaian yang tidak hanya mengampanyekan GSI, melainkan juga tindakan nyata kemanusiaan untuk masa depan bersama," kata Asisten Menteri Luar Negeri China Hua Chunying di Beijing, Selasa (4/4/2023).
Menurut dia, GSI yang diusulkan Cina lebih mendorong langkah perdamaian daripada konfrontasi. "Untuk mencapai perdamaian berkelanjutan dan keamananumum, beberapa negara seharusnya menghormati kedaulatan dan integritas wilayah, bukan saling mencampuri urusan dalam negerinya masing-masing," kata diplomat perempuan itu.
Ia menyeru semua negara agar bersama-sama menjaga keadilan dan menolak hegemoni yang dikendalikan kekuatan politis serta menyelesaikan sengketa melalui dialog dan konsultasi. Berkaitan dengan konflik Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung satu tahun, Cina telah mengeluarkan dokumen berjudul 'Posisi Cina pada Penyelesaian Politis terhadap Krisis Ukraina'.
Dalam dokumen tersebut, jelas Hua, Cina menyerukan gencatan senjata dan mendorong pembicaraan damai serta menghentikan sanksi unilateral. "Dokumen tersebut juga mendorong semua negara menghormati kedaulatan negara masing-masing dan menentang penggunaan senjata nuklir," kata Hua.
Sementara itu, kunjungan Presiden Komisi Eropa Ursula Von der Leyen ke Cina atas undangan Presiden Xi Jinping pada 5-7 April bakal membicarakan krisis Ukraina. "Kami siap berdialog dan bertukar pikiran dengan pihak Uni Eropa terkait penyelesaian politis atas krisis Ukraina," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning di Beijing, Selasa.