REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritik anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) sebagai lima negara tidak berkelanjutan. Dia mendesak reformasi inklusif dan menyeluruh di badan PBB tersebut.
"Tatanan saat ini, yang menjebak nasib kemanusiaan di antara mulut lima negara, tidak berkelanjutan. Ada kebutuhan mendesak bagi DK PBB untuk direformasi dengan pemahaman yang inklusif dan menyeluruh," kata Erdogan pada acara buka puasa yang diadakan dengan duta besar asing dan diplomat di Turki pada Selasa (4/4/2023).
Kritik terhadap reformasi DK PBB oleh Erdogan semakin kencang. Pada Oktober tahun lalu, dia meminta reformasi terhadap DK PBB agar berjalan lebih baik. Desakan ini diperlukan untuk membantu mencapai dunia yang lebih adil.
Dalam sebuah pernyataan yang menandai peringatan Hari PBB ke-77 yang menandai mulai berlakunya Piagam PBB pada 1945, Erdogan juga menekankan DK perlu lebih demokratis, lebih transparan, lebih aktif, dan lebih akuntabel. Sikap tersebut merupakan harapan yang dimiliki oleh komunitas internasional.
"Majelis Umum PBB di mana semua negara anggota terwakili secara setara dan yang mencerminkan kehendak bersama masyarakat internasional pasti harus diperkuat," kata Erdogan ketika itu dikutip dari Anadolu Agency.
Erdogan telah lama mengkritik sifat tidak representatif dari lima anggota tetap DK. Dia mendesak reformasi di bawah slogan 'Dunia lebih besar dari lima.'
Agenda ini pun kemudian digaungkan dalam pertemuan Uniting for Consensus Group (UfC) berkumpul di Roma, Italia, pada Maret lalu. Aliansi yang terdiri dari 12 negara itu membahas reformasi untuk DK PBB.
Kelompok ini mencatat bahwa reformasi DK PBB sangat dibutuhkan. UfC mempromosikan pembentukan kursi non-permanen tambahan, karena DK PBB tidak lagi mewakili dinamika dunia dengan 142 anggota baru telah bergabung dengan PBB sejak didirikan.