REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Dessy Suciati Saputri, Antara
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengkritik keras langkah Ketua KPK Firli Bahuri yang memberhentikan Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK. Menurut dia, dalam keputusan ini Firli tak hanya arogan, tapi juga masuk dalam kualifikasi menyalahgunakan kekuasaan atau abuse of power.
“Tidak hanya arogan, tapi itu sudah bisa dikualifikasikan abuse of power. Mengatur KPK sesuai dengan selera pribadinya. Tidak berbasis aturan hukum,” kata Herdiansyah kepada wartawan, Rabu (5/4/2023).
Herdiansyah berpendapat, sampai saat ini, tidak jelas alasan pemberhentian Endar. Dia menduga, satu-satunya alasan Endar diberhentikan kemungkinan berhubungan erat dengan macetnya penanganan kasus Formula E.
"Apa yang dilakukan Firli, menunjukkan bobroknya situasi di dalam tubuh KPK," ujar dia.
Herdiansyah menilai, Firli secara terang telah melanggar aturan yang bahkan dibuatnya sendiri. Pertama, jelas dia, purnawirawan Polri itu melanggar ketentuan Pasal 30 Peraturan KPK 1/2022. Dalam aturan ini disebutkan, jika pegawai KPK yang berasal dari kepolisian, hanya dapat dikembalikan ke instansi induknya jika melakukan pelanggaran disiplin berat.
"Pertanyaannya, pelanggaran disiplin berat apa yang dilakukan Endar?" ucap Herdiansyah.
Kedua, lanjut dia, pemberhentian secara spesifik terhadap penyelidik dan penyidik KPK, hanya dapat dilakukan dengan beberapa alasan tertentu. Di antaranya, karena meninggal dunia, diberhentikan sebagai ASN, tidak lagi bertugas di bidang teknis penegakan hukum, tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelidik atau penyidik, serta permintaan sendiri secara tertulis.
"Dan Endar juga tidak masuk dalam kualifikasi ini," jelas Herdiansyah.
Kemudian, menurut Herdiansyah, jika benar Endar diberhentikan karena berhubungan dengan penanganan perkara Formula E, maka Firli jelas melakukan pelanggaran terhadap UU Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik dan penuntut umum.
"Jadi tidak bisa mencampuri urusan penanganan hukum yang sedang ditangani baik penyelidik maupun penyidiknya," ungkap dia.
Mantan penyidik KPK, Novel Baswedan juga menilai Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK sebagai bentuk arogansi Ketua KPK Firli Bahuri.
"Saya tidak mengikuti mengenai perseteruan di internal KPK belakangan ini, cuma dari kejadian sekarang ini membuat publik paham bahwa Firli Bahuri memang arogan dan tidak peduli dengan kaidah hukum (suka melanggar hukum). Cuma kali ini arogansi Firli Bahuri ini dilakukan terhadap Kapolri dan korbannya adalah EP," kata Novel kepada wartawan, Rabu (5/4/2023).
Novel juga menilai, ada kebohongan informasi yang disampaikan KPK dalam pemberhentian Endar sebagai Direktur Penyelidikan KPK. Ia mengungkapkan, setiap pegawai KPK yang kini statusnya merupakan Apratur Sipil Negara (ASN) mendapatkan surat tugas yang diterbitkan setiap tahun.
"Jadi isu yang dikatakan Pimpinan KPK bahwa masa tugas (Endar) habis itu tidak benar. Menurut saya justru kebohongan publik," ujar Novel.
Masa tugas Endar di KPK diketahui berakhir pada 31 Maret 2023. Namun, Novel menyebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menerbitkan surat keputusan untuk memperpanjang jabatan Endar sebagai Dirlidik KPK.
"Memang Surat Tugas EP berakhir pada tanggal 31 Maret, tetapi Kapolri sidah mengeluarkan Surat Tugas baru pada tanggal 29 Maret. Jadi seharusnya tidak ada isu mengenai masa tugas," jelas Novel.