REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick Thohir menceritakan rangkaian negosiasi dengan Presiden FIFA Gianni Infantino yang dilakukannya demi memperbaiki kondisi persepakbolaan Indonesia. Rangkaian negosiasi Indonesia dengan FIFA terbagi menjadi tiga bagian.
Pertama, negosiasi yang dilaksanakan tahun 2016, ketika Indonesia dijatuhi sanksi pembekuan oleh FIFA. Kedua, negosiasi pascatragedi Kanjuruhan, Malang pada 2022. Ketiga, negosiasi terkait pembatalan status tuan rumah Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia FIFA U20 Tahun 2023.
Erick Thohir mengungkapkan secara gamblang, langkah demi langkah negosiasi dengan Presiden FIFA Gianni Infantino sejak 2016 hingga 2023 dalam sebuah wawancara dengan sebuah televisi swasta di Jakarta, Ahad (9/4/2023).
“Saya rasa banyak pihak melihat sepotong–sepotong. Seperti bahwa saya bertemu Presiden FIFA kemarin, tetapi sebenarnya banyak yang tidak melihat sejarah panjang hubungan Indonesia dengan FIFA, atau hubungan saya secara pribadi dengan Presiden FIFA,” ujar Erick mengawali ceritanya.
Dia mengajak untuk mengingat kembali kondisi Indonesia pada 2015, ketika dijatuhi sanksi berat berupa pembekuan oleh FIFA karena ada isu intervensi pemerintah.
Saat itu, Erick masih menjadi Presiden Klub Inter Milan, saat Presiden Joko Widodo memintanya untuk membantu perbaikan sepak bola Indonesia pun bertemu. Saat itulah, Presiden Joko Widodo menyampaikan rencana Indonesia melakukan Transformasi Sepakbola untuk pertama kali kepada Gianni.
“Lalu Presiden Gianni tentu senang, melihat negara sebesar Indonesia yang punya potensi sepakbola luar biasa, jumlah penduduk besar, dan perekonomian yang stabil mau melakukan transformasi. Presiden Gianni pun menyampaikan pencabutan sanksi atas Indonesia. Kalau tidak salah dari Mexico pada tahun yang sama,” ucap Erick.
Belum juga transformasi sepak bola terlaksana di Indonesia, muncullah Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang dengan jumlah korban tewas sebanyak 135 orang. Pada 2022 itu juga, Erick diminta untuk melakukan Lobi kepada Presiden Gianni.
“Di sini pun, Presiden Gianni tetap bicara, beliau mau membantu sepakbola Indonesia, seperti Komitmen dulu (2016). Tetapi Indonesia-nya mau gak berubah? Apa komitmen Indonesia,” jelas Erick.
Usai pertemuan Erick dengan Gianni untuk kedua kalinya di Doha pada 2022 itu, Presiden FIFA tersebut akhirnya mengunjungi Indonesia, dan bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo. Belakangan, sebagai bukti FIFA bersedia mendampingi Indonesia dalam melakukan transformasi, FIFA membuka kantor di Indonesia.
Baru saja dimulai pendampingan FIFA tersebut, kemudian muncul kericuhan berupa penolakan sebagian orang terhadap pelaksanaan Piala Dunia U20 di Indonesia. Penolakan ini mendorong FIFA untuk membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah.
Untuk ketiga kalinya, Erick pun diminta untuk mendatangi FIFA. Target negosiasi kali ini adalah mencegah Indonesia diberi sanksi berat seperti 2015.
Erick menyebutkan, inilah negosiasi yang terberat dibandingkan dua negosiasi terdahulu. Penyebabnya adalah karena Presiden Gianni terus mendesak bukti bahwa transformasi sepakbola di Indonesia sudah dilakukan.
“Saat itu, saya sudah menjadi Ketum PSSI. Dan ini menjadi terberat. Apa artinya? Ini berarti ada penekanan bahwa kita sudah terlalu sering minta tolong kepada FIFA, tetapi keseriusan kita melakukan transformasi belum terbukti sama sekali. Makanya, Presiden Gianni menulis surat kepada Presiden Jokowi. Di dalam surat itu, saya menebak isinya, dari permintaan Presiden membuat Blue Print, kemungkinan itu disampaikan. Mana Transformasinya,” lanjut Erick.
Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel
Inilah juga yang menjadi dasar bagi Erick untuk membawa blue print sepakbola Indonesia dengan tema Garuda Mendunia. Isinya dikolaborasikan dengan data-data ekonomi Indonesia, sesuai dengan pembicaraan Erick dengan Presiden IOC Thomas Bach sebelumnya.
“Banyak sekali argumentasi saat saya berdiskusi dengan Thomas Bach, Presiden IOC. Mengapa ekonomi (Indonesia) naik, tetapi prestasi olahraganya tetap. Berarti ini ada masalah , kekurangan manajemen,” ucap Erick.
Belakangan, negosiasi Erick kepada Gianni Infantino pun sukses. FIFA tidak memberikan sanksi berat, melainkan hanya sanksi administratif untuk kesalahan serius sekelas pembatalan sebuah perhelatan terbesar kedua milik FIFA.