REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyebut kasus stunting pada anak di daerah itu bukan karena kekurangan asupan makanan, melainkan ketidakmampuan orang tua memilih dan mengolah makanan. "Kami tengarai karena di DIY akses pangan mudah, ketersediaan pangan juga cukup, tapi kemampuan ibu memilih makanan dan kesempatan ibu mengolah makanan memiliki keterbatasan," kata Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes DIY Endang Pamungkasiwi saat dihubungi di Yogyakarta, Selasa (18/4/2023).
Oleh karena itu, kata dia, kasus stunting di DIY bukan hanya terjadi di pelosok desa, tetapi merata hingga wilayah perkotaan. "Hampir merata artinya di kota ada, di perdesaan juga ada," ujar dia.
Tim percepatan penurunan stunting (TPPS) yang telah terbentuk di lima kabupaten/kota di DIY, kata dia, bakal menggencarkan edukasi terkait dengan perubahan perilaku masyarakat dalam memilih makanan. Berdasarkan data Dinkes DIY, prevalensi kasus stunting di DIY pada 2019 mencapai 21,04 persen, kemudian menjadi 17,3 persen pada 2021, dan kembali menurun pada 2022 menjadi 16,4 persen.
Ia optimistis dengan berbagai upaya pendekatan bidang kesehatan maupun edukasi akan mampu menekan angka stunting di DIY hingga mencapai 14 persen pada 2024 sesuai target dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021.
"Stunting awalnya dimulai dengan gagal tumbuh, tidak naik berat badannya, kalau tidak dikelola dengan baik maka berat badan rendah, kemudian gizi kurang, tidak dikelola lagi gizi buruk, terakhir baru terjadi stunting," kata Endang.