Selasa 18 Apr 2023 22:39 WIB

BPOM Temukan 101 Jajanan Buka Puasa Mengandung Formalin-Boraks

BPOM uji sampling 8.599 jajanan buka puasa, dan temukan 101 yang tak layak

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY mengambil sampel makanan jadi saat intensifikasi pengawasan pangan jelang Lebaran Idul Fitri 1444H di pusat perbelanjaan, Yogyakarta, Kamis (13/4/2023). Target intensifikasi pengawasan makanan difokuskan pada pangan kadaluwarsa, pangan tanpa izin edar, dan rusak. Selain itu, juga memeriksa makanan olahan dari bahan berbahaya seperti boraks, formalin, dan bahan pewarna makanan berbahaya. Ini dilakukan untuk menjamin keamanan makanan masyarakat selama Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY mengambil sampel makanan jadi saat intensifikasi pengawasan pangan jelang Lebaran Idul Fitri 1444H di pusat perbelanjaan, Yogyakarta, Kamis (13/4/2023). Target intensifikasi pengawasan makanan difokuskan pada pangan kadaluwarsa, pangan tanpa izin edar, dan rusak. Selain itu, juga memeriksa makanan olahan dari bahan berbahaya seperti boraks, formalin, dan bahan pewarna makanan berbahaya. Ini dilakukan untuk menjamin keamanan makanan masyarakat selama Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala BPOM RI, Penny K Lukito, mengatakan, pihaknya melakukan pengawasan rutin khusus keamanan pangan di seluruh Indonesia selama Ramadhan dan jelang Idul Fitri 1444 H. Di antara yang diawasi, BPOM melakukan sampling dan pengujian terhadap jajanan buka puasa (takjil) terhadap kemungkinan kandungan bahan yang dilarang.

“Dari 8.599 sampel yang diperiksa, sebanyak 101 sampel (1,17 persen) mengandung bahan yang dilarang digunakan pada pangan, yaitu formalin (0,57 persen), rhodamin B (0,33 persen), dan boraks (0,29 persen),” kata Penny dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Selasa (18/4/2023).

Dalam hasil pengujian tersebut, lanjut dia, menunjukkan adanya angka penurunan takjil yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 7,3 persen dibanding 2022.  Jika pada 2023 ada 101 sample, pada tahun sebelumnya ada 109 sample tidak memenuhi syarat.

“Penurunan tersebut tidak lepas dari upaya BPOM bersama lintas sektor terkait melalui kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), Program Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), Program Pasar Aman Berbasis Komunitas, serta pendampingan kepada pelaku usaha di sarana produksi dan peredaran,” jelas dia.

Penny menambahkan, untuk mengurangi jumlah pangan olahan terkemas tanpa izin edar (TIE) yang beredar, BPOM akan berperan aktif membimbing dan memfasilitasi pelaku usaha, termasuk Usaha Mikro Kecil (UMK). Utamanya, melalui pendampingan untuk membantu proses dan pemenuhan persyaratan pendaftaran produk pangan olahan. 

Sebagai informasi, pengawasan yang dilakukan sejak pekan lalu ini, kata dia, mencakup peningkatan sebesar 34,33 persen khusus sarana pengawasan rutin dibanding tahun lalu.

“Hasil pengawasan patroli siber selama pelaksanaan Pengawasan Pangan Rutin Khusus Ramadan dan Jelang Idulfitri 1444 H/Tahun 2023 menemukan 16.679 tautan yang menjual produk TIE pada platform e-commerce dan media sosial,” kata Penny.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement