Kamis 20 Apr 2023 06:36 WIB

Mau Usia Sampai 100 Tahun? Orang Jepang Jawab: Tidak, Ini Alasannya

Berdasarkan survei, 72 responden Jepang mengatakan tak ingin hidup sampai 100 tahun.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Orang berusia 100 tahun (Ilustrasi). Sebagian orang Jepang menyatakan tidak ingin hidup hingga usia 100 tahun.
Foto: EPA-EFE/NARENDRA SHRESTHA
Orang berusia 100 tahun (Ilustrasi). Sebagian orang Jepang menyatakan tidak ingin hidup hingga usia 100 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah survei baru menemukan bahwa kebanyakan orang Jepang tidak mau hidup sampai berusia 100 tahun, meskipun pemerintah memberi saran-saran terkait hidup sehat. Survei daring yang dilakukan oleh Japan Hospice Palliative Care Foundation di Osaka, memberikan pertanyaan kepada sekitar 500 pria dan 500 wanita, "Apakah Anda ingin hidup lebih dari 100 tahun?".

Dari responden berusia 20-an hingga 70-an, sekitar 72 persen responden pria dan 84 persen responden wanita mengatakan mereka tidak ingin hidup selama itu. Penjelasan paling umum yang diberikan oleh 59 persen responden adalah mereka tidak ingin menyusahkan keluarga atau orang lain untuk merawat mereka.

Baca Juga

Yayasan Mainichi Shimbun melaporkan bahwa mereka terkejut karena begitu sedikit orang yang ingin hidup lama. Mereka juga khawatir tentang bagaimana Jepang akan mendukung mereka yang menghadapi kematian.

“Ketika usia 100 tahun menjadi kenyataan, orang mungkin mulai mempertanyakan apakah mereka benar-benar senang dengan itu,” kata perwakilan yayasan itu dilansir laman NPR, Rabu (19/4/2023).

Jepang memiliki salah satu masyarakat yang menua paling cepat di dunia. Tapi itu juga salah satu dari lima negara teratas dengan harapan hidup terpanjang sejak lahir.

Menurut Kementerian Kesehatan, Perburuhan, dan Kesejahteraan Jepang, jumlah centenarian atau orang berusia lebih dari 100 tahun di Jepang, mencapai 90.526 per September 2022. Jumlah tersebut mewakili 72,13 centenarian per 100 ribu penduduk dunia. Jumlah itu juga meningkat hampir 4.000 dari September tahun sebelumnya.

Tingkat kelahiran melambat di banyak negara Asia, termasuk Cina. Di Jepang, pemerintah memperkirakan jumlah kelahiran turun di bawah 800 ribu pada tahun lalu.

Hal ini menyebabkan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyatakan bahwa angka kelahiran yang rendah dan populasi yang menua menimbulkan risiko besar bagi masyarakat.

“Jepang berada di ambang apakah dapat terus berfungsi sebagai masyarakat atau tidak. Memfokuskan perhatian pada kebijakan mengenai anak dan mengasuh anak adalah masalah yang tidak bisa menunggu dan tidak bisa ditunda,” kata Kishida pada Januari 2023. Ia mengatakan pada saat itu, blueprint untuk menggandakan pengeluaran dalam mendukung keluarga membesarkan anak akan keluar pada Juni 2023.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement