Jumat 21 Apr 2023 11:27 WIB

Pesan Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam Momen Idul Fitri

Haedar mengajak umat Islam untuk menyikapi perbedaan secara dewasa.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan paparan saat Sialturahim Jelang Idul Fitri 1444 di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (18/4/2023). Dalam konferensi pers ini dijelaskan tentang penggunaan metode Hisab pada penentuan Ramadhan serta Idul Fitri. Selain itu, juga membahas tentang larangan penggunaan lapangan untuk Shalat Ied pada Jumat (21/4/2023) di Pekalongan dan Sukabumi.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan paparan saat Sialturahim Jelang Idul Fitri 1444 di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (18/4/2023). Dalam konferensi pers ini dijelaskan tentang penggunaan metode Hisab pada penentuan Ramadhan serta Idul Fitri. Selain itu, juga membahas tentang larangan penggunaan lapangan untuk Shalat Ied pada Jumat (21/4/2023) di Pekalongan dan Sukabumi.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, menilai penting bagi rumat Islam untuk menghayati makna Idul Fitri. Pada momen Idul Fitri saat ini seharusnya umat Islam mampu menjadi insan yang bertakwa.

"Takwa yang terimplementasi di dalam keyakinan akhlak, relasi sosial, keumatan, kebangsaan yang membawa pada kebajikan yang terbaik. Artinya bahwa yang harus menjadi fokus kita umat Islam dan para tokohnya itu bukan lagi memperbincangkan perbedaan, karena itu sering terjadi," kata Haedar saat ditemui usai sholat Idul Fitri di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (21/4/2023). 

Baca Juga

"Maka bagaimana implementasi taqwa dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam relasi kemanusiaan global.  Sehingga unat islam itu menjadi umat yang terbaik," katanya.

Ia mengatakan, jika masih merasa perbedaan ini masalah, maka ia mengimbau untuk sama-sama mencari akarnya. Menurutnya menyatukan hisab dan rukyah merupakan hal yang susah lantaran dua metode tersebut tidak bisa dipisahkan. 

"Jika kita ingin keluar dari ini maka kita menuju pada kesepakatan global yakni ada kalender islam global tunggal sebagaimana sudah disepakati dalam konferensi negara dan organisasi islam sedunia tahun 2016," ungkapnya. 

Haedar juga mengajak umat Islam untuk menyikapi perbedaan secara dewasa dan tasamuh. Ia berharap agar umat yang merayakan Idul Fitri hari ini tidak dianggap bertentangan dengan pemerintah. "Karena ini urusan ijtihad," ujarnya. 

Ia juga berpesan agar tidak menjadikan perbedaan titik perbincangan. Selain itu dirinya juga menghargai Menteri Agama yang pada tahun ini menunjukan sikap kearifan, serta memberi keleluasan. Bahkan para pejabat negara juga mengimbau fasilitas negara bisa digunakan  untuk Idul Fitri baik hari ini maupun besok.

"Jika ada satu lapangan,  baik milik pemerintah maupun milik masyarakat dilakukan dua sholat Idul Fitri insya Allah berkah, jadi tidak ada masalah yang penting hati kita menjadi insan-insan bertaqwà," ungkapnya.

Sebelumnya, Haedar angkat bicara soal polemik penolakan pelaksanaan Idul Fitri di sejumlah daerah. Ia meminta agar perdebatan soal perbedaan pelaksanaan sholat Idul Fitri disudahi.

"Pertama, perdebatan yang berkaitan dengan kemungkinan perbedaan Idul Fitri 21 April dan 22 April kami imbau untuk dicukupkan, lebih-lebih yang menyangkut debat kusir yang membuat kita saling menegasikan saling merendahkan, saling membenci, bahkan menghina satu sama lain, bahkan mungkin juga saling bermusuhan," kata Haedar dalam konferensi pers di Kantor Pusat PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (18/4/2023).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement