REPUBLIKA.CO.ID, LISBON -- Oposisi pemerintah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva mengecam kunjungannya ke parlimen Portugal sebagai tindakan hipokrit. Sementara pendukungnya memuji langkah itu sebagai penyelamat bangsa.
Pada kunjungan pertamanya ke Eropa sejak ia kembali menjadi presiden, Lula menghadiri peringatan tahunan revolusi 'Anyelir' tahun 1974. Ketika Portugal menggulingkan diktator Antonio de Oliveira Salazar.
Dalam unjuk rasa yang diorganisir partai sayap kanan Chega, demonstran meneriakkan slogan "tempat Lula adalah di penjara." Slogan tersebut mengacu saat Lula dipenjara pada tahun 2018 atas tuduhan penyuapan.
"Saya melihat (kunjungannya) sebagai skandal," kata salah satu demonstran Tania Jimenez Selasa (25/4/2023).
Perempuan yang berusia 61 tahun itu pindah ke Portugal pada bulan Desember lalu. Terdapat sekitar 300 ribu orang Brasil yang tinggal di negara Eropa itu.
"Bagi saya ia pencuri internasional," tambah Jimenez.
Saat Lula berpidato di Parlemen, anggota parlemen dari Chega naik ke atas meja dan membawa kertas bertuliskan "Cukup untuk Korupsi." Tiga orang diantaranya membawa bendera Ukraina, karena Lula sempat mengatakan Ukraina dan Rusia sama-sama patut dipersalahkan atas perang di Ukraina.
"Baru-baru ini demokrasi Brasil mengalami momen ancaman besar, mereka mencoba memundurkan waktu ke 50 tahun yang lalu, berita yang saya bawa adalah demokrasi Brasil menunjukkan soliditas dan daya tahan," kata Lula di parlemen Portugal.
Para pendukung Lula menari dan membawa anyelir saat Presiden Brasil itu tiba di Parlemen Portugal. "Tidak lagi pada fasisme," teriak mereka.
"Hari ini saya menangis dengan penuh emosi ketika mendengar lagu kebangsaan (Brasil) lagi, karena saya melihat Brasil saya sudah kembali," kata Daniela Albuquerque yang pindah ke Portugal lima tahun yang lalu untuk kehidupan yang lebih baik untuk putrinya.