REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, mempertanyakan upaya hukum yang terus dilakukan Muhammadiyah menyoal kritik soal wujudul hilal (WH). Dia meminta, ihwal mempersoalkan kritik yang ada, Muhammadiyah sebaiknya kembali mempertimbangkan kejadian-kejadian sebelumnya.
“Muhammadiyah yang saya hormati karena semangat tajdid akan mencatatkan dalam sejarah sebagai organisasi pembungkam kritik? Semoga masih ada akal sehat untuk mempertimbangkannya,” kata Thomas kepada Republika, Rabu (3/5/2023).
Thomas mengeluhkan, kritik terhadap wujudul hilal dan ego organisasi Muhammadiyah malah dianggap menyerang. Padahal, dia menjelaskan, kritik yang dibangun pada awalnya bukan atas dasar kebencian, melainkan mendorong dialog bersama ormas keagamaan demi menyatukan umat saat berlebaran. Hal itu disebutnya sebagai tataran ijtihad ilmiah.
“Dianggap tendensius, fitnah, dan ujaran kebencian. Kritik itu akan dibungkam dengan pidana. Sesuai kepakaran saya, ijtihad astronomis tentang kriteria bisa mempersatukan mazhab hisab dan rukyat,” kata Thomas.
Sebab itu, dirinya mempertanyakan, apakah Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan dengan semangat tajdid akan mencatatkan sejarah, khususnya pembungkaman kritik. Dia berharap, ada akal sehat Muhammadiyah untuk mempertimbangkan kritik dengan tidak membalasnya di jalur hukum.
Diketahui, Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai kasus penghalalan darah para warga Muhammadiyah tak cukup dengan menetapkan Andi Pangerang Hasanuddin (APH) sebagai tersangka.
Direktur LBHAP PP Muhammadiyah Taufiq Nugroho mendesak agar Polri juga menetapkan Thomas Djamaluddin (TDj) sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
“Kami memberikan apresiasi tinggi kepada Bareskrim Polri yang dengan sigap memproses dan menetapkan APH sebagai tersangka dan langsung ditahan,” kata Taufiq di Jakarta.