Rabu 03 May 2023 19:30 WIB

Penembakan di MUI, Pakar Terorisme: Indikasi Menguatnya Kelompok tak Suka Agama

Kematian pelaku penembakan kantor MUI menjadi pertanyaan.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Suasana kantor Majelis Ulama Indonesia pascainsiden penembakan di Jakarta, Selasa (2/5/2023). Dalam insiden tersebut pelaku penembakan tewas dan dua orang lainnya yakni resepsionis MUI mengalami luka pada bagian punggung dan pegawai MUI lainnya terluka akibat menabrak pintu saat menghindari tembakan tersebut. Dalam peristiwa tersebut, pihak Kepolisian masih melakukan penyidikan terkait pelacakan latar belakang pelaku penembakan di Gedung MUI tersebut.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Suasana kantor Majelis Ulama Indonesia pascainsiden penembakan di Jakarta, Selasa (2/5/2023). Dalam insiden tersebut pelaku penembakan tewas dan dua orang lainnya yakni resepsionis MUI mengalami luka pada bagian punggung dan pegawai MUI lainnya terluka akibat menabrak pintu saat menghindari tembakan tersebut. Dalam peristiwa tersebut, pihak Kepolisian masih melakukan penyidikan terkait pelacakan latar belakang pelaku penembakan di Gedung MUI tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Motif aksi teror pria asal Lampung yang melakukan penembakan di kantor MUI pada Selasa (2/05/2023) masih menjadi misteri. Terlebih pelaku yang diketahui bernama Mustofa (60 tahun) itu tewas setelah melakukan aksinya. Menurut Dosen kajian terorisme Universitas Indonesia yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Asep Usman Ismail, munculnya kembali teror kepada ulama bisa mengindikasikan menguatnya kelompok ideologi ekstrim yang tidak menyukai agama dan simbol-simbol agama. 

"Kalau kita perkirakan ada kekuatan lain yang tak suka dengan umat beragama? iya itu bisa. Menguatnya kelompok ideologi ekstrim yang tidak suka dengan agama, yang menganggap agama adalah candu, menganggap tokoh agama adalah bagian yang harus diteror. Itu harus digali," kata Prof Asep Usman kepada Republika.co.id pada Rabu (3/05/2023). 

Baca Juga

Prof. Asep mengatakan para ulama kerap berceramah dan berkhotbah dari satu mimbar ke mimbar lain. Seringkali para ulama menyampaikan pesan-pesan yang mendukung kebijakan pemerintah, terkadang juga menyampaikan kritik membangun kepada pemerintah. Sementara MUI menjadi simbol kebebasan dalam kehidupan beragama. 

"Kita tak mengetahui (pelaku) ini bekerja atas dirinya sendiri, atau kelompok sebetulnya. Kita hanya bisa meraba. Tapi kaya kasusnya (teror kepada ulama) tidak sekali. Hipotesa kita yang rasional itu tidak bisa karena faktor kebetulan, pasti ada skenario, pemikir di belakangnya harus diungkap," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan kematian pelaku teror di kantor MUI yang tidak segera di jelasan penyebabnya telah memancing berbagai spekulasi di masyarakat.

"Ini kenapa harus dimatikan? Siapa yang mematikan? Ini kan orang sebenarnya ngga kenapa-kenapa. Cuma menyerang lalu oleh pihak security MUI dilumpuhkan, pistolnya diambil lalu kenapa tiba-tiba jadi mati. Siapa yang mematikan? Jadi tanda tanya besar. Kita ngga bisa begitu saja. Malah ini semakin tidak bisa dijelaskan dengan baik dan benar, semakin muncul spekulasi-spekulasi tentang ada sesuatu yang terencana," kata Prof Usman. 

Kasus teror terhadap ulama bukan kali ini terjadi. Sepanjang 2021-2022 telah terjadi beberapa kali penyerangan dan teror terhadap ulama. Termasuk pada almarhum Syekh Ali Jaber. Namun demikian dalam beberapa kasus lara pelaku teror dan penyerangan lepas dari jerat hukum karena divonis mengalami gangguan kejiwaan. Karena itu Prof. Asep Usman mengatakan hal+hal tersebut tidak dapat sepenuhnya bisa diterima oleh masyarakat tanpa adanya pembuktian yang benar.  Begitu pun dengan pelaku teror yang terjadi di kantor MUI, menurutnya Polri harus dapat menjelaskan detail sebab kematian pelaku.  

"Ini betul-betul harus diselesaikan dengan tuntas. Kita minta penegak hukum, kita masih percaya sepenuhnya tentang profesionalisme penegak hukum, coba ungkap motivasinya kenapa tiba-tiba mati, siapa yang mematikan. Itu pertanyaan besar yang harus dijawab," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement